Saturday, December 5, 2015

KEBUDAYAAN BANJAR

A. Letak Geografis dan Identifikasi Etnis

Urang banjar
Sumber: deutromalayan.blogspot.co.id
Suku Banjar menempati sebagian besar Propinsi Kalimantan Selatan, sebagian Propinsi Kalimantan Timur, dan sebagian Propinsi Kalimantan Tengah, terutama kawasan dataran dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut. Mereka yang merupakan penduduk sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan, berasal dari daerah Banjar, yaitu wilayah inti dari Kesultanan Banjar, meliputi 
DAS Barito bagian hilir, 
DAS Bahan (Negara), 
DAS Martapura dan 
DAS Tabanio. 
Kesultanan Banjar sebelumnya meliputi wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, yang kemudian terpecah menjadi Kerajaan Kotawaringin di sebelah barat, dan Kerajaan Tanah Bumbu di sebelah timur.

Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus ini nampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar yang berintikan penduduk asal Sumatra atau daerah sekitarnya, yang membangun tanah air baru di kawasan ini. Mereka kemudian bercampur dengan penduduk yang lebih asli yaitu Suku Dayak, dan imigran dari Jawa, sehingga terbentuklah setidaknya tiga sub-suku, yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan (Banjar) Kuala.

B. Sistem Budaya

1. Kesadaran maritim
Suku Banjar ditandai dengan kebudayaan sungai, yang hampir sama dengan kebudayaan air atau kebudayaan pantai, yang mempunyai kesadaran kuat atas kepemilikan maritim (lautan), dan agak mengabaikan kepemilikan tanah

2. Gotong Royong
Terdapat ungkapan yang cukup terkenal, misalnya: “Gawi Sabumi Sampai Manuntung” ( ‘karja bersama sampai tuntas’), “Waja Sampai Kaputing” (‘kerja bersama dari awal sampai akhir’), “Kayuh Baimbai” (‘dayung secara serempak’). Maksudnya dalam melakukan pekerjaan sampai selesai dengan bergotong royong.

Gotong royong banyak terjadi dalam upacara adat dan upacara keagamaaan, misalnya dalam Upacara Manyanggar Banua, yakni upacara memberikan aneka ragam sesajen secara bersama-sama, mulai pemimpin sampai rakyat jelata, baik kaum miskin maupun kaum kaya, orangtua ataupun anak-anak, lelaki maupun perempuan, ikut hadir dengan peran masing-masing.

3. Persamaan Jender
Orang Banjar dari dulu sampai sekarang tidak membedakan kedudukan laki-laki dengan perempuan. Disebutkan dalam Legenda Lambung Mangkurat, telah hidup seorang ratu bernama Junjung Buih yang memerintah Kerajaan Negara Dipa di daerah Amuntai (Hulu Sungai Utara), sejajar kedudukannya dengan Mpu Jatmika, Lambung Mangkurat, dan Pangeran Suryanata.

Yang menjadi ulama besar tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan, misalnya Syarifah dan Fatimah, dalam masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II. Dalam Perang Banjar terdapat pahlawan wanita, yaitu Ratu Zaleha, yang gigih melawan penjajah Belanda (melanjutkan perjuangan Pangeran Antasari) , dan Nyai Salamah, ibunya.

4. Demokrasi
Musyawarah untuk mufakat dirumuskan dengan motto: “ Lamun tanah banyu kuhada dilincai urang, jangan bacakut papandaan “(Jika Tanah Air tidak ingin dijajah orang, jangan bertengkar di antara kita), Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, dikenal motto “ Haram manjarah, waja sampai kaputing” (Perjuangan yang tak mengenal menyerah, dengan tekad baja hingga akhir).

Nilai-nilai demokrasi terlihat ketika Sultan Suriansyah (1526-1543) sebagai raja pertama Kerajaan Banjar dalam mengatur pemerintahannnya. Untuk jabatan Patih dan Mangkubumi, Sultan tidak memilih dari golongan bangsawan, melainkan diambil dari Urang Jaba (rakyat biasa) yang cakap, memiliki kemampuan dan dedikasi yang tinggi terhadap kerajaan. Orang pertama yang dipilih kerajaan atas kehendak rakyat umum adalah Patih Masih, seorang anak nelayan di tepian Sunagi Martapura, tepatnya di daerah Kuin.

Kerajaan Banjar juga mempunyai lembaga perwakilan yang disebut Dewan Musyawarah. Dewan ini berfungsi untuk membicarakan masalah-masalah agama Islam. Dewan Musyawarah melakukan rapat untuk memutuskan hasil musyawarah secara demokratis. Di dalamnya yang berperan adalah Mangkubumi, Dipati, Jaksa, Khalifah, dan Penghulu. Yang disebut terakhir inilah yang bertugas memimpin pembicaraan dalam rapat.

C. Sistem Sosial

Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu – sebelum dihapus pada tahun 1860, adalah warga Kesutanan Banjarmasin atau disingkat Banjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mulanya berdiri. Ketika ibukota dipindahkan ke arah pedalaman, terakhir di Martapura, nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubah lagi.

Hubungan dengan orang Dayak dilestarikan dengan banyaknya wanita-wanita Dayak yang menjadi permaisuri raja-raja Banjar.

D. Kebudayaan Fisik

1. Bahasa
Bahasa yang dipakai oleh masyarakat Banjar adalah Bahasa Banjar, dengan elemen bahasa Melayu sangat dominan, kemudian ada unsur Bahasa Jawa dan bahasa Ngaju (Dayak). Kata ‘Banjarmasih’ yang sekarang menjadi Banjarmasin berasal dari unsur Bahasa Melayu yaitu ‘banjar’ yang berarti ‘kampung’ dan kata ‘masih’ adalah sebutan perkampungan orang Melayu dalam ucapan Bahasa Ngaju. Kata Banjarmasih inilah yang kemudian menjadi Banjarmasin.

2. Sistem Organisasi Sosial
Kerajaan
Salah satu sistem organisasi sosial yang tertua di Banjar adalah berdirinya sebuah kerajaan. Sebuah kerajaan tidak hanya berpengaruh secara politis, tetapi juga secara sosioalogis, etnis, dan religi. Sebelum berdirinya Kesultanan Banjar, ada beberapa dinasti kerajaan yang semuanya beragama Hindu, yaitu:
  • Keration I disebut Kerajaan Kuripan / Kerajaan Tanjung Puri
  • Keraton II disebut Kerajaan Negara Dipa
  • Keraton III disebut Kerajaan Negara Daha
  • Keraton IV disebut Kesultanan Banjar
Keraton IV inilah yang disebut Kesultanan Banjar, dengan raja pertamanya Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah). Dalam suatu peperangan, Banjar mendapat bantuan dari Kerajaan Demak, dengan syarat rajanya mau masuk Islam. Sejak saat itulah kerajaan di Banjar menjadi kerajaan Islam.

Perkawinan
Proses menuju suatu perkawinan adalah sebagai berikut:
  • Basasuluh: proses pencarian informasi mengenai seorang gadis yang dilakukan secara diam-diam oleh pihak pria
  • Badatang: acara meminang secara resmi
  • Maantar jujuran ( Maantar patalian): memberikan ‘jujuran’ atau ‘patalian’ sebagai tanda bertunangan
  • Bapingit: calon mempelai wanita ‘dikurung’ untuk beberapa hari:
  • Batamat Quran: calon mempelai wanita ‘diuji’ melalui prosesi menamatkan pembacaan Al Quran.
  • Bakasai dan batimung: perawatan dan pemberihan diri calon pengnti wanita Bakasai: perawataan khusus menggunakan ramuan khusus berupa ‘kasai’ Batimung: ritual mandi uap air wewangian.
  • Bapacar atau bainai: ritual menghias kuku dengan pacar atau inai.Badudus: prosesi mandi untuk menyucikan diri
  • Akad Nikah dan Kawin:
  • Akad Nikah dilakukan di depan penghulu
  • Kawin: mengantar pengantin pria ke rumah pengantin wanita
  • Manurunkan pengantin: pengantin pria turun keluar rumah
  • Maarak pengantin: pengantin pria dibawa ke rumah pengantin wanita
  • Batatai pengantin: kedua mempelai duduk bersanding

Kekerabatan
Masyarakat Banjar mengenal istilah tertentu sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di bawah ini berpusat dari Ego sebagai penyebutnya:
skema panggilan dalam keluarga

Bagi Ego juga terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu. Saudara tertua disebut Julak, saudara kedua disebut Gulu, saudara tengah disebut Angah, saudara lainnya biasa disebut Pakacil (paman), dan Makacil (bibi). Untuk memanggil saudara dari Kai dan Nini sama.















3. Sistem Pengetahuan

Karena sistem budaya masyarakat Banjar adalah budaya pantai, budaya maritim, mereka tentu menguasai ilmu kelautan, ilmu pasang surut air sungai, ilmu pembuatan perahu, dan ilmu perbintangan, disamping ilmu pembuatan rumah yang harus teletak agak tinggi dari daratan.

Disamping itu adanya barang tambang berupa intan, mereka mempunyai pengetahuan bagaimana cara-cara mendapat intan yang terkandung dalam buminya. Jenis rumah yang ditinggali seseorang menunjukkan statusnya dalam masyarakat


4. Sistem Teknologi

a. Tempat Tinggal
Rumah adat
Gbr ilustrasi Rumah Bubungan Tinggi
Sumber: gorden313.yolasite.com
Rumah adat Banjar ada beberapa jenis, tetapi yang paling menonjol adalah Rumah Bubungan Tinggi yang merupakan tempat kediaman raja (keraton). Kedudukannya dalam masyarakat.

Jenis – jenis rumah Banjar antara lain:
  • Rumah Bubungan Tinggi
  • Rumah Gajah Baliku, kediaman saudara dekat raja
  • Rumah Gajah Manyusu, kediaman para bangsawan
  • Rumah Balai Laki, kediaman menteri dan punggawa
  • Rumah Balai Bini, kediaman wanita keluarga raja dan inang pengasuh
  • Rumah Palimbangan, kediaman alim ulama dan saudagar
  • Rumah Palimasan ((Rumah Gajah), tempat menyimpan barang berharga
  • Rumah Cacak Burung ( Rumah Anjang Surung), kediaman rakyat biasa
  • Rumah Tadah Alas
  • Rumah Lanting, rumah di atas air
  • Rumah Joglo Gudang
  • Rumah Bangun Gudang
Ciri arsitektur rumah adat:
  • terbuat dari kayu
  • rumah panggung
  • bersifat simetris
  • sebagian memiliki anjung agak ke belakang
  • atap rumah dari kayu ulin atau rumbia
  • memiliki dua tangga, anak tangganya berjumlah ganjil (tidak genap)
  • lawang (pintu) dua buah, depan dan belakang, terletak di tengah
  • ada tawing halat (dinding pembatas) antara panampak basar dan palidangan
Rumah Bubungan Tinggi Terbuat dari kayu. Tata ruangnya terdapat tiga jenis, yaitu ruang terbuka, setengah terbuka, dan ruang dalam, yang masing-masing mempunyai fungsi

b. Sistem Transportasi
Jukung Banjar merupakan alat transportasi khas Kalimantan. Ciri khasnya terletak pada teknik pembuatannya yang mempertahankan sistem pembakaran pada rongga batang kayu bulat yang akan dibuat menjadi jukung.

Jenis jukung adalah: Jukung Sudur, Jukung Patai, dan Jukung Batambit. Jenis perahu lainnya adalah Penes dan Kelotok.

c. Sistem pencarian intan
Cara-cara mencari intan di tempat penambangan intan yang umumnya ada di aliran sungai. Mereka mengambil dari dasar sungai apa saja yang ada, lalu mengayaknya dan mencari bebatuan yang mengandung intan.

5. Sistem Ekonomi

Pasar Terapung
Pusat perekonomian dan aktivitas masyarakat lebih dominan di sungai. Pada tahun 1526 Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi sungai Kuin dan Barito, yang kemudian menjadi cikal bakal kota Banjarmasin. Di tepian sungai ini pula pusat perdagangan tradisional mulai berkembang, menjadi pusat aktivitas ekonomi yang sekarang lebih populer dengan istilah pasar terapung. Selain di Muara Kuin, Banjarmasin, pasar terapung lainya dapat ditemui di Lok Baintan yang berada di atas Sungai Martapura. Pasar terapung ini tidak sepopuler Muara Kuin, Banjarmasin, karena lokasinya cukup jauh dari pusat kota.

Mencari Intan
Intan merupakan komoditas ekonomi yang cukup berharga. Meskipun tidak setinggi berlian, namun cukup tinggi bila dibandingkan dengan komoditas lainnya, misalnya hasil penangkapan ikan maupun hasil pertanian. Intan akan diasah lagi, dengan teknologi tertentu akan menjadi berlian yang harganya amat mahal.

6. Sistem Religi

Masyarakat Banjar mayoritas memeluk agama Islam sekitar 89%, disusul dengan Kristen Protestan dan Katholik 1,2 %, Buddha 0,42%, dan Hindu 0,11%. Pemeluk agama Islam diperkirakan sudah ada sebelum keraton dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga terjadi setelah raja, yaitu Pangeran Samudera yang mendapat bantuan dari Kerajaan Demak ketika mengusir pamannya dari Kerajaan Daha, yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah memeluk agama Islam diikuti kerabat dan rakyatnya. Memeluk agama Islam merupakan kebanggan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga di kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai ‘babarasih’ (membersihkan diri), di samping menjadi oarang Banjar

7. Kesenian

Seni Tari
yang dikembangkan di lingkungan istana 
ditandai dengan nama ‘Baksa’, (yang berasal dari bahasa Jawa ‘beksan’ yang menandakan kehalusan gerak). Tari ini sudah ada semenjak jaman Hindu, namun gerakan dan busananya telah disesuaikan dengan kondisi dewasa ini. Contohnya adalah: 
  • Tari Baksa Kembang (untuk menyambut tamu agung), 
  • Tari Baksa Panah, 
  • Tari Baksa Dadap, 
  • Tari Baksa Lilin, dan 
  • Tari Baksa Tameng.

yang dikembangkan oleh rakyat, 
antara lain: 
  • Tari Radap Rahayu, 
  • Tari Kuda Kepang, 
  • Tari Japin (Jepen), 
  • Tari Tirik, dan Tari 
  • Gandut.

Seni karawitan dan wayang
Merupakan pengaruh dari kebudayaan Jawa, berupa:
  • Gamelan Banjar
  • Wayang kulit Banjar
  • Wayang Gung atau Wayang Gong (wayang orang versi suku Banjar)

Kerajinan Tangan
  • Anyaman: dari bahan rotan (berupa tas dan kopiah), dan bambu
  • Seni ukir: terdiri atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh), yang diterapkan pada kayu dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian rumah dan masjid, bagian perahu, bagian cungkup makam. Ukiran kuningan diterapkan padabenda kuningan seperti: cerana, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil, dan yang semacam itu. Motif ukiran antara lain berupa: pohon hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris, bintang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.

Seni lukisan kaca: 
berkembang pada tahun lima-puluhan, hasilnya berupa lukisan buroq, Adam dan Hawa dengan buah kholdi, kaligrafi masjid, dan yang semacam itu. Ragam hiasnya banyak diterapkan pada perabot rumah tangga berupa tumpal, swastika, geometris, fayuna dan flora.

Seni teater dan tutur
  • Lamut: Lamut adalah nama tokoh sesepuh dan panutan, seperti halnya Semar dalam cerita wayang Jawa. Pendapat lain, ‘lamut; serasal dari bahasa Arab ‘laa mauta’ (tidak mati). Syair yang disampaikan berupa sebuah cerita atau dongeng. Lamut lebih mengarah pada seni teater dengan adanya pemain dan tokoh cerita.
  • Madihin: berasal dari kata ‘madah’ , sejenis puisi lama dalam bahasa Indonesia, atau dari kata mamadahi (bahasa Banjar) yang berarti memberi nasehat. Sering liriknya mengandung humor segar.
  • Mamanda: merupakan seni teater tradisional suku Banjar
  • Paribasa Banjar
  • Pantun

Seni Pencak Silat 
  • Kuntau banjar

Makanan khas
  • Soto Banjar
  • Ikan Patin
  • Kue Bingka
  • Kue Lam , rasa dan bentuknya mirip dengan Lapis Legit
  • Ketupat Kandangan
  • Mandai: kulit cempedak bagian kulit berduri dibuang, dibersihkan lalu dibubuhi garam secukupnya, kemudain diperam di tempat tertutup. Setelah pemeraman, maka kulit cempedak yang sudah menjadi luna, menjadi mandai, siap dimasak menjadi lauk, teman makan nasi.

Catatan
  • Orang Banjar mempunyai kebudayaan sungai dan maritim, sehingga pengetahuan tentang sungai, tentang laut dengan segala aspeknya dikuasainya.
  • Sungai dimanfaatkan untuk transportasi maupun, - yang lebih khusus lagi -, adalah untuk tempat melalukan kegiatan ekonomi.
  • Hubungannya dengan Kerajaan Demak di masa lampau menyebabkan masyarakat Banjar hampir semuanya memeluk agama Islam, sehingga kebudayan yang berciri Islam juga dianut orang Banjar.
  • Terdapat nilai budaya yang berbicara tentang persamaan gender, gotong royong, dan demokrasi.
Sumber: 
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA Oleh: WORO ARYANDINI DAN TIM

No comments:

Post a Comment