“Lukisan Gua Pettakere, Maros”. Foto oleh Cahyo Ramadhani sumber: wacananusantara.org |
Lukisan gua prasejarah di Indonesia telah berkembang pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Menurut analisis H.R. Van Hekeren (1972) kemungkinan besar beberapa gua yang terdapat di Sulawesi Selatan telah dihuni sejak ribuan tahun sebelum Masehi.
Sekurang-kurangnya ada dua tempat di wilayah Sulawesi Selatan yang memiliki lukisan gua, yaitu di wilayah Kabupaten Maros yang juga sering disebut sebagai Kompleks Maros dan di wilayah Kabupaten Pangkajene yang dikenal sebagai Kompleks Pangkajene.
Cap Tangan Situs Leang-leang sumber: wacananusantara.org |
Kompleks Maros bahkan merupakan tempat yang sering diteliti, baik oleh peneliti dalam dan juga luar negeri. Wilayah Maros juga menjadi salah satu objek arkeologi yang telah lama diteliti, bahkan sejak zaman Belanda hingga sekarang.
Kompleks Pangkajene terkenal karena terdapat banyak gua yang memiliki lukisan prasejarah, antara lain; Gua Akarasaka, Bulu Ballang, Bulusumi, Bulu Ribba, Bulu Sipong, Camingkana, Cumi Lantang, Garunggung, Kassi, Lasitae, Lompoa, Patenungan, Sakapao, Salluka, Sapiria, dan Sumpang bita.
Gua-gua tersebut memiliki lukisan prasejarah yang bervariasi, tidak hanya keragaman polanya tetapi juga dari segi teknik penggambarannya.
Lukisan Anoa di dinding Gua Sumpangbita sumber: wacananusantara.org |
Sejarah Penemuan
Lukisan gua di Sulawesi Selatan pertama kali dilaporkan oleh C.H.M. Heeren tahun 1950 yang meneliti keberadaan lukisan cap tangan dengan latar belakang cat merah di Leang PattaE. Diduga bahwa lukisan cap tangan tersebut adalah cap tangan kiri perempuan. Di gua tersebut juga diketemukan lukisan hewan babi rusa yang terpanah bagian jantungnya. Mungkin lukisan itu dimaksudkan sebagai harapan atau juga lukisan tersebut merupakan pengingat keberhasilan mereka dalam berburu.
Temuan lainnya adalah di gua Lambattorang, di wilayah Maros, diketemukan lukisan cap tangan mencapai 40 buah. Di Leang PattaE Kere, juga diketemukan lukisan gua yang berbentuk babi rusa bercampur lukisan cap tangan. Gambar dari babi rusa itu memiliki ukuran kira-kira 1 meter panjangnya.
Pola dan Bentuk lukisan
Warna merah sepertinya adalah warna dominan yang digunakan, akan tetapi ada beberapa gua yang menggunakan warna hitam untuk menggambarkan pola manusia, yaitu gua Kassi, Lompoa, dan Sapiria. Di gua Sumpang Bita bahkan diketemukan lukisan cap kaki, hewan anoa, dan perahu (sampan).
Belum dapat diketahui secara pasti makna dalam lukisan cap kaki di dinding gua Sumpang Bita. Ada yang berpendapat bahwa lukisan itu dapat dihubungkan dengan ritual atau upacara bagi bayi yang mampu berjalan pertama kali. Terdapat persamaan antara pola cap kaki dengan cap tanga, keduanya digambarkan dalam bentuk negatif (negative footprint).
Gambar objek manusia selain terdapat di gua Kassi, Lompoa, dan Sapiria, juga diketemukan di wilayah sekitar Pulau Muna (Sulawesi Selatan) dan di Pangkajene (Sulawesi Selatan). Selain pola manusia, di gua Lampoa juga diketemukan pola lain seperti, lukisan cap tangan, hewan menyerupai babi, ikan, pola matahari, parahu, dan bentuk-bentuk geometris. Sedangkan yang menarik dari lukisan di Gua Kassi adalah gambar ular, bentuk kapak, dan pola yang mirip dengan mata bajak.
Pola yang menggambarkan ikan juga diketemukan di gua Lasitae, gua Bulu Ballang, Akarassaka, gua Bulu Sippong, dan sua Bulu Ribba. Di Bulu Ballang bahkan terdapat pola yang menyerupai kura-kura, sedangkan di gua Bulu Ribba pola ikannya menyerupai seekor lumba-lumba. Pada umumnya gua-gua tersebut terdapat lukisan pola cap tangan dan babi. Satu-satunya pola babi yang memiliki pola unik dan sering dikaitkan dengan makna religi-magis adalah lukisan babi yang terdapat di gua Sakapao.
Lukisan ikan pada dinding Gua Lasitae, Pangkep sumber: wacananusantara.org |
Makna Tertentu
Berdasarkan pola-pola yang terdapat pada lukisan gua di Sulawesi Selatan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat pada masa itu mempunyai kehidupan yang kompleks disamping hanya berburu.
Misalnya gambar pola babi di gua Sakapao yang memperlihatkan goresan di tubuhnya sering dihubungkan dengan kekuatan magis dalam perburuan. Nilai magis dan religi juga dapat merujuk kepada lukisan cap tangan dan matahari.
Nilai sosial-ekonomi jelas diperlihatkan oleh pola babi, perahu, kapak, dan mata bajak. Sedangkan gambar dengan pola ular mungkin dimaksudnya sebagai peringatan bahaya.
sumber :
WACANA NUSANTARA — 5 DEC, 2011
No comments:
Post a Comment