twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Thursday, December 17, 2015

BAPTISAN PERTAMA DI TANA TORAJA, SEJARAH


Sejarah Baptisan Pertama di Tana Toraja
By member di group pemuda-toraja-di-morowali-ptm on Thursday, August 22, 2013 at 10:04pm

Pada tanggal 21-27 Januari 2013 Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB) memperingati 100 tahun Injil di Tanah Banggai, dirangkaikan dengan 47 tahun GKLB di Desa Sobol, Kec. Lamala Kab. Banggai. 

Pada tanggal 21 Januari 1913 Hulppredikant (Pendeta Bantu)(1) Jonathan Kelling,(2)pendeta Indische Kerk (3) dari Bontain (= Bantaeng), membaptiskan kepala suku dan sejumlah orang lain di daerah itu, disusul ribuan orang lainnya tak lama kemudian.

Dalam catatan sejarah, Pendeta bantu J. Kelling membaptiskan sejumlah murid sekolah di Makale, pada bulan Maret 1913. 

Sementara atasannya, Pdt. R.W.F. Kijftenbelt(4) membaptikan ratusan orang di Mamasa pada bulan Oktober 2013. 

Demikianlah ketiga gereja, GKLB, Gereja Toraja, dan Gereja Toraja Mamasa memperingati 100 tahun Injil masuk pada tahun 2013.

Baptisan pertama di Toraja berlangsung dalam rangka upaya Indische Kerk mengklaim wilayah itu sebagai pelayanannya, yang ketika itu sedang disiapkan untuk menjadi wilayah kerja badan zending dari Belanda, Gereformeerde Zendingbond (GZB). 

Berapa banyak dan siapa-siapakah orang Toraja yang dibaptis di Makale, sebagai buah sulung usaha pekabaran Injil di Toraja itu? 

Ahli sejarah gereja Indonesia, Th. van den End memberi beberapa data. Dalam Ragi Carita 2 dicatat 23 pemuda Makale. 

Dalam edisi awal Sumber-sumber Sejarah Gereja Toraja Rantepao 1901-1961 dia mencatat informasi yang dia peroleh pada tahun 1971 dari Oktavianus Karre -- salah seorang yang dibaptis waktu itu -- sebanyak 23 orang, semuanya murid sekolah Landschapschool (sekolah dasar) sbb:
  1. Jan Buto (Makale),
  2. Kanasa (Sangalla’),
  3. O. Karre (Palesan),
  4. P. Karre Mangontan (Sangalla’),
  5. P. Karoma (Gandangbatu),
  6. J. Kau (Simbuang),
  7. J. Lambe’ Andilolo (anggota keluarga Puang Ma’kale),
  8. E. Lebu (Gandangbatu),
  9. J. Lilla’ (Pa’buaran),
  10. Fil. Onggo (Pa’buaran),
  11. M. Palalo (Ranteballa),
  12. Parebong (Simbuang),
  13. A. Ranteallo (anak Puang Ma’kale, Puang Tarongkon),
  14. H. Saba’ (Madandan),
  15. M. Sakkung (Tapparan),
  16. P. Sapu (Sillanan),
  17. S. Sepa’ (Pa’buaran),
  18. P. Sule (Balepe’),
  19. Joh. Tabang (Ma’kale),
  20. M. Tampang (Uluwai),
  21. L. Tuppa’ (Gandangbatu),
  22. K. Tuppang (Ma’kale),
  23. Isak Tondok (Rantelemo).
Selanjutnya dicatat: Menurut keterangan O. Karre, kira-kira setahun sebelumnya Pdt. Kelling dan beberapa guru Landschapschool telah memberi keterangan ala kadarnya mengenai agama Kristen, lalu mengajukan pertanyaan kepada murid-murid apakah ada yang ingin masuk Kristen.

Sejumlah murid menerima dan selama sekitar satu tahun mereka menerima pelajaran katekisasi dari guru Ndun, asal Timor dan guru S. Sipasulta (asal Maluku) di dalam gedung sekolah di luar jam pelajaran. 

Pada waktu dibaptis O. Karre berumur kira-kira 15 tahun. Dari mereka yang dibaptis itu satu orang (no. 13) ke luar dari agama Kristen.

Dalam versi akhir, informasi dari O. Karre malah tercantum 29 orang. Jadi ada tiga versi, yakni 20 orang (sesuai daftar resmi dalam laporan zending), 23 dan 29 orang (keduanya berdasarkan informasi O. Karre tahun 1971).

Dalam daftar resmi (lihat Sumber-Sumber Zeding tentang Sejarah Gereja Toraja 1901-1961. Dokumen 8, halaman 63, catatan kaki no. 3.) tercatat sbb:
  1. W. Batjo
  2. Jan Buto’
  3. P. Karoma’
  4. Octavianus Karre’ (Tangti’, Mengkendek)
  5. P. Karre’ Mangontan (Tokesaan)
  6. Johanes Lambe’ (Awa’)
  7. E. Lebu (Gandangbatu)
  8. Pil Onggo (Pa’buaran)
  9. Alexander Ranteallo (Ma’kale)
  10. S. Rasut
  11. Romon
  12. Benyamin Roeroek (Awa’)
  13. Pieter Roeroek (Tangti’, Mengkendek)
  14. H. Saba’ (Madandan)
  15. M. Sakung (Tapparan)
  16. Soemoele (Awa’)
  17. M. Tempang (Uluwai)
  18. Izak Tondok (Lemo)
  19. Karel Tuppang (Manggau, Ma’kale)
  20. Lukas Tuppa (Gandangbatu)
  21. Kanasa (Sangalla’)
  22. J. Kau’ (Simbuang)
  23. J. Lilla’ (Pa’buaran)
  24. M. Palallo (Ranteballa)
  25. Parebong (Simbuang)
  26. P. Sapu’ (Sillanan)
  27. S. Sepa’ (Pa’buaran)
  28. P. Sule (Balepe’)
  29. Joh. Tabang (Makale).
Catatan:
  • No. 3 dari daftar ini tercantum bersama orang-orang yang dibaptis oleh D.C. Prins pada tahun 1916, tetapi di bawahnya tertulis 1913.
  • Menurut keterangan Pdt. A. Rumpa (almarhum), no.1 dan 10 berasal dari Duri.
  • Keterangan dari Octavianus Karre’ pada tahun 1971 (no. 4 dari daftar resmi ini) menyebut 9 nama lain yang tidak terdapat dalam daftar resmi ini, (no. 21 s/d no 29, font warna biru)
Dalam daftar resmi di atas (yang 20 orang) tidak muncul dalam daftar Octavianus Karre’, yaitu no. 1, 10-13 dan 16. Ada nama yang tercantum dalam daftar Oct. Karre’, yaitu no. 22 tidak ada dalam daftar resmi;

pada tahun 1990 mengaku bahwa dia belum pernah masuk Kristen. No. 24, yaitu M. Palallo dipertanyakan apakah sama dengan Palallo Pasande’ yang dibaptis pada tanggal 21 April tahun 1918 (lihat dokumen 38 Sumber-sumber zending dokumen, halaman 141).

Jadi bagaimana menyimpulkan data-data ini? Daftar tertulis dari masa itu bisa jadi lebih akurat (20 orang), dibandingkan dengan ingatan seseorang 50 tahun kemudian. 

Tetapi informasi lisan itu mengungkapkan hal yang penting juga, yakni tambahan nama-nama orang-orang Kristen pada masa-masa awal di Toraja, yaitu mereka yang dibaptis agak lebih kemudian, tetapi termasuk pada buah-buah sulung pekabaran Injil di Toraja. 

Catatan Kaki

(1) Pendeta bantu (Hulpredikant) dalam hieraki jabatan gerejawi Indische Kerk berada pada tingkat kedua, di bawah Predikant (Pendeta). Di bawah pendeta bantu, terdapat pendeta zending (biasanya orang Indonesia) tanpa hak melayani sakramen, kecuali dengan mandat dari Predikant.

(2)Jonathan Kelling (1861-1922) anak F. Kelling, lahir di Tagulandang (kep. Sangir), pendidikan zending di seminari NZV Rotterdam; 1886-1899 pendeta-bantu di Amahai (Seram), 1901-1911 di Saparua, 1912 di Bontain dan Luwuk. Perintis pekabaran Injil di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah bagian Timur (Luwuk Banggai). 1916 pensiun di Negeri Belanda. 1918 kembali ke Indonesia, menjadi pendeta bantu di Amahai sampai meninggal

(3) Indische Kerk – lengkapnya Het Protestantche
Kerk in Nederlandsch-Indie atau Gereja Protestan Indonesia (GPI) adalah gereja yang dibentuk oleh pemerintah Belanda dengan menyatukan semua gereja Protestan di Indonesia pada tahun 1815. Gereja ini dibentuk pemeritah Belanda sebagai bagian dari administrasi pemerintah kolonial di Indonesia untuk melanjutkan tanggung jawab pelayanan jemaat-jemaat Protestan yang sebelumnya berada di bawah tanggung jawab VOC, sebelum badan dagang Belanda ini bubar pada tahun 1799. Para pendeta/pendeta bantu/pendeta pribumi dalam gereja ini diangkat dan digaji (mutasi dsb) oleh pemerintah kolonial. Baru pada tahun 1916 dan 1933 berlangsung rapat gerejawi para utusan jemaat-jemaat untuk memulai proses pemisahan gereja ini dari administrasi kolonial, dan membentuk gereja-gereja etnis-teritorial berikut: Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM, 1934), Gereja Protestan Maluku (GPM, 1935), Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT, 1947), dan jemaat-jemaat GPI di luar ketiga wilayah itu dijadikan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB, 1948).

(4) Pdt. R.W.F. Kijftenbelt (1865-1952). Tahun 1891-1930 pendeta Indische Kerk, al. di Ambon (1882-1901) dan di Makassar (1911-1915 dan 1920-1922).

Sumber :

2 comments:

zngelow said...

Etika memuat tulisan orang adalah mengutip sumbernya. Sdr Yohanis Tappi tidak melakukan hal itu. Tidak sesuai etika Kristen dan kode etik penulisan pada umumnya.

SolaTa said...

Terima kasih atas saran dan kritikannnya, sesuai link sumber nya yang posting tulisan di atas di (Sumber :pemuda-toraja-di-morowali-ptm) adalah bapak Yohanis Tappi,. . kami minta maaf jika keberatan. olehnya kami rubah menjadi di post oleh member di pemuda-toraja-di-morowali-ptm, terima kasih..