twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Saturday, December 5, 2015

KEBUDAYAAN BALI

A. Letak Geografis

gbr ilustrasi: Tugu Perjuangan Rakyat Bali
Sumber: balidenpasartourism.com
Sebelah utara : Laut Bali
Sebelah timur : Selat Lombok/Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sebelah selatan : Samudera Indonesia
Sebelah barat : Selat Bali/Provinsi Jawa Timur
Letak astronomi Pulau Bali adalah 80 3’ 40” – 80 50’ 48” Lintang Selatan dan 1140 25’53” – 1150 42’ 40” Bujur Timur.

Posisi astronomi tersebut cukup baik bagi para petani Bali untuk bercocok tanam, karena curah hujan cukup memadai. Adapun topografi pulau Bali, tampak terbentang pegunungan dari belahan barat ke belahan timur, di antaranya terdapat gunung berapi yaitu Gunung Agung dan Gunung Batur. Sedangkan gunung yang tidak berapi adalah Gunung Serayu, Gunung Patas dan Gunung Merbuk. Empat buah danau kian memperindah alam Bali yang religius yaitu Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Batur.

B. Sistem Budaya

Mereka merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan kebudayaannya, yang terintegrasi dalam agama Hindu. Dapat dikatakan terjadi semacam simbiosa mutualis antara agama Hindu dengan budaya Bali, sehingga terlahirlah agama Hindu Bali seperti yang kita kenal dewasa ini.

C. Sistem Sosial

Sistem pelapisan masyarakat didasarkan menurut garis patrilineal. Pelapisan/kasta terbagi atas empat tingkatan berdasarkan kitab suci agama Hindu:
1. Bhrahmana (di Bali menjadi Brahmana)
2. Ksatrya (di Bali menjadi Satria)
3. Vaisya (di Bali menjadi Waisya)
4. Sudhra (di Bali menjadi Sudra)
Tiga kasta teratas yaitu Brahmana, Satria, Waisya disebut “Tri Wangsa“. Sedangkan kasta terbawah yang disebut Jaba.

D. Kebudayaan Fisik

1. Bahasa
Bahasa Bali adalah Bahasa Austronesia dari cabang Sundik dan lebih spesifik dari anak cabang Bali – Sasak. Di Bali sendiri, Bahasa Bali memiliki tingkatan penggunannya, misalnya: Bali Alus, Bali Madya dan Bali Kasar.

Bahasa Bali banyak terpengaruh oleh bahasa Jawa. Bahasa Bali Alus yang disebut Basa Bali Alus Mider mirip dengan Bahasa Jawa Krama

2. Sistem Organisasi Sosial
a. Lembaga Kemasyarakatan
Dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yang melembaga dalam lembaga tradisional, yaitu desa, banjar, subak, saka/sekaha, gotong royong. Desa didasarkan atas kesatuan tempat. Banjar adalah desa adat. Subak adalah organisasi sistem pengairan. Seka/Sekaha adalah organisasi yang bergerak dalam lapangan hidup khusus. Gotong Royong adalah kerjasama dalam masyarakat desa.

b. Sistem Kekerabatan
Klen (Clan) yang sering pula disebut “kerabat luas” atau “keluarga besar”. Klen merupakan suatu kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi), merupakan sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama baik melalui garis ayah (patrileneal) maupun garis ibu (matrilineal).

c. Sistem Perkawinan
Dalam adat lama perkawinan dipengaruhi sistem klen (dadia) dan sitem kasta (wangsa). Perkawinan sedapat mungkin dilakukan di antara warga se-klen atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Hal ini disebut indogami.

1) Beberapa keunikan dalam perkawinan masyarakat Bali:
a) Perkawinan yang dicita-citakan adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki.
b) Dahulu anak wanita dari kasta tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya. Yang melanggar akan buang (maselong) untuk beberapa lama.
c) Perkawinan bertukar: antara saudara perempuan suami kawin dengan saudara laki-laki dari isteri (makedengan ngad) adalah pantang, karena perkawinan demikian itu dianggap mendatangkan bencana (panes).
d) Perkawinan yang pantang adalah:
   (1) Perkawinan seorang ayah dengan anak kandungnya
   (2) Perkawinan dengan saudara sekandungnya atau saudara tirinya
   (3) Perkawinan dengan keponakannya

Seseorang dapat memperoleh seorang isteri dengan dua cara, dengan cara meminang (memadik, ngidih) atau dengan cara melarikan seorang gadis (mrangkat, ngrorod). Kedua cara itu dapat dilakukan karena berdasarkan adat.

2) Penentuan garis keturunan dan hak waris 
ditentukan oleh tempat di mana suami-isteri itu menetap setelah menikah, ada tiga cara:
  • virilokal: komit ditempat tinggal di kompleks perumahan (uma) orang tua si suami; keturunan laki-laki, mereka akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), menjadi warga dari dadia (si suami) dan mewarisi harta pusaka
  • neolokal; Mencari atau membangun rumah baru
  • uxorilokal: Berdiam di kompleks perumahan dari si isteri (ngeburia); garis keturunan akan diperhitungkan secara matrilineal. Keturunannya akan menjadi warga dadia si isteri. Dalam hal ini kedudukan si isteri sebagai sentana (pelanjut keturunan).

d. Pemberian nama
Mereka nama anak-anak mereka, berdasarkan urutan kelahirannya:
  • Wayan atau Putu atau Gede, adalah nama untuk anak pertama
  • Made atau Kadek atau Nengah, adalah nama untuk anak nomor dua
  • Nyoman atau Komang, adalah nama untuk anak nomor tiga
  • Ketut, adalah nama anak nomor empat
Apabila kemudian lahir anak-anak nomor 5, nomor 6, nomor 7 dan nomor 8, maka nama-nama anak-anak itu urutan namanya seperti pada nomor 1, nomor 2, nomor 3 dan nomor 4.

3. Sistem Pengetahuan

a. Dewi Saraswati 
merupakan pelindung/pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya) dan sastra. Pada hari Raya Saraswati, semua pustaka, lontar, dan alat-alat tulis untuk ajaran agama dibersihkan, dan diatur pada suatu tempat di pura, di pamerajaan atau di bilik untuk di upacarai. Perayaan Saraswati juga dilakukan dengan Mesambang Semadhi, yaitu semadhi di tempat yang suci di malam hari, atau melakukan pembacaan lontar dengan tujuan menemukan pencerahan.

b. Makrokosmos (alam semesta) 
terdiri atas pancamahabhuta, yaitu tanah, air, api, angin, dan udara (eter, ruang hampa), demikian pula mikrokosmos. Ketika manusia meninggal, dia diaben, yaitu untuk mempercepat pancamahabhuta yang ada di tubuh manusia kembali ke alam semesta.

c. Kalender Bali (Pawukon) 
berdasar legenda Raja Watugunung. Satu tahun terjadi selama 210 hari.

4. Sistem Teknologi

Metodologi Arsitektur dan Bangunan Tradisional Bali berdasar aturan Kosala Kosali yang memuat aturan tentang pembuatan/pembangunan rumah (puri) dan pembangunan tempat ibadah (pura),

5. Sistem Ekonomi

Ekonominya berdasar pertanian, peternakan, perikanan, dan pariwisata. Pembangunan ekonomi Bali diupayakan dengan memberdayakan potensi dan sumber daya dan sumber daya manusia.

6. Sistem Religi

Hindu Dharma adalah agama yang dianut 95% dari jumlah penduduk Bali, sedangkan yang 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian lahir dan batin. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu, masyarakat Hindu mewujudkannya melalui Tattwa, Susila dan Upacara.

a. Tattwa (filosofi) 
dibagi menjadi 5 kepercayaan utama, disebut Panca Graha adalah lima kepercayaan yang mendasar, ialah:
1) Brahman, yaitu percaya kepada adanya Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa
2) Atman, percaya akan keberadaan atman (roh)
3) Samsara, percaya akan adanya kelahiran kembali atau re-inkarnasi
4) Karma Phala, yaitu percaya kepada adanya hukum sebab akibat
5) Moksa, yaitu percaya kepada kemungkinan menyatunya atman dengan Tuhan.

b. Susila (Etika)
Ajaran ini menekankan kepada tiga cara berperilaku yang baik, yang disebuat Tri Kara Parisudha:
1) Manacika Parisudha (berfikir yang baik dan positif)
2) Wacika Parisudha (berkata yang baik dan jujur)
3) Kayika Parisudha (berbuat yang baik)

Di samping itu, ajaran Hindu juga mengharapkan penerapan “Tat Wan Asi” dalam hidup sehari-hari, yaitu “Engkau adalah aku juga” dengan kata lain “ Kita harus merasakan apa yang dirasakan orang lain”.

c. Upacara (yadnya, korban suci). 
Upacara ini ditujukan kepada lima aspek:
  1. Dewa Yadnya, yaitu kepada Ida Sang Hyang Widi Waca, beserta para Dewa (Bathara).
  2. Pitra Yadnya, yaitu yang ditujukan kepada roh leluhur (Yadnya setelah kematian).
  3. Rsi Yadnya, yaitu bagi para Rsi atau orang yang disucikan.
  4. Manusia Yadnya, yaitu bagi umat manusia sejak lahir (bayi dalam kandungan) hingga perkawinan.
  5. Bhuta Yadnya, yaitu untuk menetralisir pengaruh-pengaruh alam yang negatif termasuk dunia supranatural.
Agama Hindu Dharma adalah agama yang percaya kepada Sang Hyang Widhi Wasa, Sang Hyang Tunggal atau Yang Maha Esa, Sang Hyang Cintya. Dewa (Bathara) dalam agama Hindu Dharma hanyalah manifestasi dari Tuhan yang Acintya. Kata Dewa berasal dari bahasa Sanskerta Div yang berarti sinar suci. Sedangkan Bathara berasal dari Bhatr berarti Pelindung.

Dewa ataupun Bathara sering dimunculkan di Bali adalah Tri Murti, yaitu:
  • Brahma, manifestasi Tuhan sebagai pencipta alam semesta dengan segala isinya
  • Wisnu, manifestasi Tuhan sebagai pemelihara ciptaannya
  • Siwa, manifestasi Tuhan sebagai pelebur segala sesuatu setelah situasi, kondisi dan waktunya tiba.
Di Bali Pendeta itu umumnya dipilih dari Golongan Brahmana yang mampu untuk memimpin upacara besar. Sedangkan Pemangku bertugas untuk menjaga. Kitab suci agama Hindu adalah Weda yang berasal dari India, namun yang sampai di Bali adalah Catur Weda dan Weda Qirah, yang hingga saat ini masih dipakai.

Pemangku atau Pendeta memimpin upacara, termasuk di dalam menjalankan kewajibannya. Di samping kitab suci Weda, di dalam ajaran Hindu dikenal kitab-kitab: Purana, yang membicarakan moralitas. Mahacarita, seperti Mahabaratha dan Ramayana dalam bentuk cerita topeng, drama, opera, ballet, merupakan pengungkapan ajaran agama Hindu.

d. Tri Hitakarana
Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 November 1966 saat diselenggarakan Konferensi Daerah I Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyakat sejahtera, adil dan makmur Pancasila. Kemudian istilah TriHita Karana ini berkembang meluas dalam masyarakat.

Secara leksikal Tri Hita Karana berarti Tiga Penyebab Kesejahteraan, yang bersumber pada keharmonisan hubungan antara:
  • Manusia dengan Tuhannya (Parahyangan), diwujudkan dengan Dewayadnya;
  • Manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan), diwujudkan dengan Bhuta Yadnya;
  • Manusia dengan sesamanya (Pawongan), diwujudkan dengan Pitra, Resi Manusayadnya.

e. Hari Raya
Upacara piodalan
Setiap pura di Bali baik yang besar maupun yang kecil, termasuk pura keluarga memiliki hari tertentu untuk upacara piodalannya. Piodalan itu dirayakan setiap 210 hari menurut Kalender Bali. Karena demikian banyaknya pura di Bali, sehingga hampir setiap hari ada upacara piodalan. Ada juga hari raya yang berlangsung serempak di seluruh Bali seperti Galungan, Kuningan, Nyepi dan Saraswati.

Hari Raya Galungan dan Kuningan 
dirayakan pada Hari Budha Rabu Kliwon Dungulan, kemudian disusul oleh Hari Raya Kuningan setelah sepuluh hari. Galungan secara etimologis berarti peperangan. Sedangkan Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa Upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagad atau Oton Gumi. Namun tidak berarti dunia ini lahir pada hari Budha Kliwon Dungulan. Melainkan hari itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan segala-galanya.

Hari Raya Nyepi 
dirayakan pada setiap Tahun Baru Saka. Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (bulan mati ke-sembilan) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera, yang membawa Amerta ( air kehidupan). Hari Saraswati adalah hari Ilmu Pengetahuan.

f. Ngaben
Ngaben adalah Upacara Pembakaran Mayat, meskipun secara etimologis kurang tepat, sebab ada tradisi Ngaben yang tidak melalui pembakaran mayat. Ngaben, sesungguhnya berasal dari kata beya artinya biaya atau bekal. Kata Beya ini dalam kalimat aktif (melakukan pekerjaan) menjadi meyanin. Kata meyanin, sudah menjadi bahasa baku untuk menyebutkan upacara sawa wadhana. Boleh juga disebut Ngabeyain, yang kemudian diucapkan dengan pendek, menjadi Ngaben.

Landasan Filosofis Ngaben
Menurut agama Hindu manusia itu terdiri dari tiga lapis, yaitu Raga Sarira, Suksma Sarira dan Antahkarana Sarira. Raga Sarira adalah badan kasar, Suksma Sarira adalah badan astral atau badan halus yang terdiri atas alam pikiran, perasaan, keinginan dan nafsu (cinta, manah, indriya dan ahamkara), Antahkarana Sarira adalah yang menyebabkan hidup atau Sang Hyang Atma (Roh). Upacara Ngaben atau Meyanin atau juga Atiwa-atiwa, untuk umat Hindu di Pegunungan Tengger dikenal dengan nama Entas-entas. Kata entas mengingatkan kita pada upacara pokok Ngaben di Bali, yakni Tirta Pangentas, yang berfungsi untuk memutuskan hubungan kecintaan sang Atma (Roh) dengan badan jasmaninya dan mengantarkan atma ke alam pitara. Dalam kata lain yang berkonotasi Bali halus, ngaben disebut Palebon yang berasal dari kata lebu yang berarti prathiwi atau tanah. Dengan demikian Palebon berarti menjadikan prathiwi (abu). Untuk menjadikan tanah ada dua macam cara, yaitu dengan cara membakar dan cara lainnya adalah menanamkan ke dalam tanah. Membakar adalah cara paling tepat.

Ada dua jenis api yang digunakan dalam upacara Ngaben, yaitu 
  1. api Sekala (konkrit) digunakan untuk membakar jasad, 
  2. api Niskala (abstrak) yang berasal dari Weda Sang Sulinggih, membakar kekotoran yang melekat Sang Roh. 
Orang Bali yang tinggal di Trunyan kalau meninggal tidak diaben, mayatnya hanya diletakkan di pekuburan yang ditumbuhi pohon kemenyan. Oleh karenanya daerah itu disebut Trunyan (taru=pohon, dan menyan= kemenyan)

g. Kesenian

Budaya Bali kaya dengan seni tembang dan karawitan. Tidak hanya yang telah diwariskan oleh leluhur, namun karya-karya baru pun terus bermunculan dan berkembang selaras dengan perkembangan zaman. Baik yang klasik maupun yang kontemporer, hingga lagu-lagu pop Bali.

1) Seni Tembang
Terdapat berbagai jenis tembang yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Bali membedakan Seni Tembang menjadi 4 (empat) kelompok:

a) Gegendingan 
adalah sekumpulan kalimat bebas yang dinyanyikan. Isinya pada umumnya pendek dan sederhana. Ada tiga jenis gegendingan, yaitu:
  1. Gending Rare atau Sekar Rare
  2. Gending Jejanggeran, saling sahut-menyahut antar kelompok
  3. Gending Sanghyang dinyanyikan untuk menurunkan sanghyang misalnya pada prosesi budaya peninggalan jaman pra-Hindu dalam tarian sakral.
b) Sekar Agung atau Tembang Gede 
meliputi lagu-lagu berbahasa Kawi yang diikat oleh guru lagu, pada umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Jenis tembang Bali yang termasuk dalam kelompok Sekar Agung ini adalah Kakawin.

c) Sekar Madya 
meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan bahasa Jawa Tengahan, yaitu seperti bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/cerita Panji atau Malat dan tidak terikat oleh guru lagu maupun padalingsa.

d) Sekar Alit 
yang biasa disebut tembang macapat, gaguritan atau pupuh terikat oleh hukum padalingsa yang terdiri dari guru wilang dan guru dingdong. Guru wilang adalah ketentuan yang mengikat jumlah baris pada setiap satu macam pupuh (lagu) serta banyaknya bilangan suku kata pada setiap barisnya.

2) Seni Karawitan, 
Disebut gamelan atau gambelan. Dalam gamelan ada alat musik tabuh, gesek, tiup, petik dan sebagainya.

3) Seni Drama dan Tari
Gbr ilustrasi Tari Bali
Sumber: nationalgeographic.co.id
a) Arja, 
semacam drama tari yang dialognya ditembangkan.

b) Barong, 
lengkapnya Tari Barong, merupakan kebudayaan peninggalan Pra- Hindu, menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba yang memiliki kekuatan magis. Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali.

c) Dramatari Cak, 
jumlah penarinya antara 50 sampai 150 orang pria. Menari dan mengalunkan paduan suara “cak, cak, cak”, yang iramanya ditata sehingga menjadi harmonis. Busana “babuletan” (kain yang dipakai secara dicawatkan), warnanya “kampuh poleng”.

d) Calonranang, 
adalah dramatari ritual magis, yang melakonkan kisah yang berkaitan ilmu sihir, ilmu hitam maupun ilmu putih. Dikenal dengan Pangiwa/Pangleyakan dan Panengen.

e) Janger, 
merupakan jenis tarian pergaulan muda-mudi. Dilakukan sekitar 10 pasang muda-mudi. Selama tarian berlangsung, kelompok penari wanita (Janger) dan kelompok penari pria (Kecak), menari dan menyanyi bersahut-sahutan, lagu-lagunya bersifat gembira.

f) Legong, 
merupakan tarian klasik dengan penggunaan kipas.

g) Pendet, 
masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya.

Dari fungsinya, seni tari dapat dipilah dalam 3 kelompok, yaitu:
  1. Tari Wali (Religius)
  2. Seni Bebali (Ceremonial)
  3. Tari Balih-balihan (Performance)

4) Busana

a) Busana Tradisional Pria 
terdiri atas: Udeng (ikat kepala), Kampuh, Umpal (selendang pengikat), Wastra (Kemben), Sabuk, Keris, beragam ornamen perhiasan.

b) Busana Tradisional Wanita, 
terdiri atas: Gelung (sanggul), Sesenteng (kemben songket), Wastra, Sabuk Prada (stagen), tapih atau sinjang, sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada dan alas kaki sebagai pelengkap.

5) Makanan
  • Ayam Betutu
  • Ayam Pelalah atau Pelalah Manuk
  • Bandeng Bumbu Bali
  • Bawal Bumbu Bali
  • Bebek Goreng Bali
  • Bubur Mengguh Khas Bali
  • Daging Bumbu Bali
  • Lawar Ayam
  • Lawar Klungah
  • Nasi Kuning Bali
  • Sambal Goreng Bali
  • Sate Lilit Bali
  • ayur Pare Isi Tuna

Catatan
  • Umat Hindu Bali mempunyai tujuan hidup yang disebut Catur Purusa Artha, yaitu: 1 Dharma, 2 Artha, 3 Kama dan 4 Moksa.
  • Untuk mewujudkan tujuan hidup itu melalui Catur Asrama:
  • Brahmacari Asrama, adalah tujuan hidup untuk mendapatkan Dharma
  • Grhasta Asrama, memprioritaskan mewujudkan Artha dan Kama
  • Wanaprasta Asrama, meninggalkan duniawi
  • Sanyasa Asrama, memprioritaskan untuk mencapai Moksa
  • Sistem Budayanya merupakan satu kesatuan dengan Kebudayaan Hindu Bali yang tidak sama persis dengan Hindu India. Religiusitas Hindu Bali adalah senapas dengan budaya Bali.
  • Sistem Sosial Bali adalah tidak lepas pula dari religiusitas
  • Sistem pengetahuan, sistem teknologi maupun sistem ekonomi semuanya untuk mencapai Dharma.
  • Religi Hindu Bali adalah fundamental norma bagi sistem-sistem tersebut di atas.
Sumber : 
Buku BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA Oleh: WORO ARYANDINI DAN TIM

1 comment:

Rasa Manis said...

tempat wisata di bali ini banyak sekali, jadi banyak org yan suka ingin liburan ke Bali


http://www.marketingkita.com/2017/08/pengertian-pemasaran-dalam-ilmu-marketing.html