Pic : Ukiran Pa` Bare` Allo |
- Ajaran Sukaran Aluk "Tallu-Oto'na" (Dasar Aturan Aluk/Kepercayaan manusia dengan Sang Pencipta dengan Tiga Falsafah Kepercayaan di dalamnya) yang meliputi :
- Percaya dan menyembah/menghormati Puang Matua, Sang Pencipta
- Percaya dan menyembah/menghormati Deata (Dewa-Dewi) yang menerima kuasa dari Puang Matua untuk memelihara dan mengawasi isi bumi,
- Percaya dan menyembah/menghormati para leluhur /To membali Puang (To Dolo / To Matua /Nenek Moyang) Puang Matua juga memberikan kuasa kepada to membali puang untuk memperhatikan perilaku manusia dan keturunannya.
- Ketiga pribadi/kelompok pribadi ini harus dipercaya dan disembah/dihormati tidak secara sama melainkan secara sub-ordinatif. Oleh karena itu simbol tempatnya masing-masing dalam kosmos dibedakan:
- Puang Matua diasosiasikan dengan Utara, deata dengan Timur, dan to dolo dengan Barat, sedangkan Selatan menunjuk kepada kematian. Para deata dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
- dewa/i dunia atas (deata tangngana langi’),
- dewa/i dunia tengah atau bumi (deata kapadanganna), dan
- dewa/i dunia bawah (deata tangngana padang).
- Ajaran Sukaran Ada' "A'pa' Oto'na" (Dasar Aturan Adat kehidupan Manusia dengan sesamanya dengan Empat Falsafah di dalamnya) yang meliputi :
- Aluk ma’ lolo tau (aturan tentang manusia), yang terdiri dari:
- aturan kelahiran (dadinna Ma`lolo tau),
- kehidupan (Tuonna Ma` lolo Tau),
- penyembahan (menombana ma’lolo tau) dan
- kematian (matena Ma` Lolo Tau)
- Aluk patuan (aturan tentang hewan seperti ayam,babi, kerbau dan lain-lain),
- Aluk tananan (aturan tentang ladang, sawah, dan tanaman), dan
- Aluk banua (aturan tentang mendirikan rumah).
Pada tataran pelaksanaan aluk (bidang ritual), lagi-lagi ada prinsip empat, sebagai berikut:
- Aluk Simuane Tallang Silau Eran, prinsip pembagian dua ritual, yaitu Aluk Rambu Tuka’ atau Aluk Rampe Matallo (ritual yang berkaitan dengan kehidupan) dan Aluk Rambu Solo’ atau Aluk Rampe Matampu’ (yang berkaitan dengan kematian)
- Lesoan Aluk atau Patiran Aluk, menyangkut tingkatan dan aturan pelaksanaan aluk menurut ketiga wilayah yang berbeda, yaitu wilayah Timur, Tengah, dan Barat
- Pemali Sukaran Aluk, kewajiban-kewajiban moral dan larangan-larangannya, yang dikelompokkan menjadi Pemalinna Aluk Ma’lolo Tau (menyangkut manusia), Pemalinna Aluk Patuoan (menyangkut hewan ternak), Pemalinna Aluk Tananan (menyangkut tanaman), dan Pemalinna Aluk Bangunan Banua (menyangkut rumah/Tongkonan)
- Pantiti’ dan Pesung, berkenaan dengan aturan-aturan terperinci persembahan, seperti bagian mana dari hewan korban yang harus dipotong untuk persembahan, bagaimana meletakkan persembahan itu, dan seterusnya.
Aluk Sanda Pitunna kadangkala juga disebut "Aluk Patang Pitu" atau Aluk "Pitung Sa’bu Pitu Ratu Pitung Pulo Pitu" (Aluk 7.777) atau bahkan "Aluk Pitung Pitu" (Aluk 7.777.777). Kesemua nama itu mengungkapkan gagasan dasar yang sama, yaitu kelengkapan aluk tersebut. Gagasan kelengkapan ini terletak dalam fakta bahwa sementara ke-3 prinsip pertama (Aluk Tallu Oto’na) telah memuat semua pribadi/kelompok pribadi yang harus dipercaya dan disembah/dihormati, masing-masing dari ke-4 prinsip adat (Ada’ A’pa Oto’na), yang dianggap sudah meliputi semua aspek eksistensi manusia dan dunianya, mempunyai jumlah perintah dan larangan (pemali) tak terhitung banyaknya yang harus dipelihara dan dipatuhi.
Para penganut Aluk Todolo juga percaya adanya kehidupan setelah kematian. Mereka percaya bahwa puya merupakan tempat sementara bagi arwah orang-orang yang telah meninggal. Selanjutya, arwa dapat keluar dari puya menuju asal nenek moyang manusia, yaitu langit. Penganut Aluk Todolo meyakini bahwa langit merupakan tempat kediaman Puang Matua dan Deata .
Demikianlah kita melihat bagaimana ajaran Aluk Sanda Pitunna menggabungkan aluk (agama) dan ada’ (tata duniawi) sedemikian rupa, sehingga kultus atau ritual memainkan peran sentral dan menentukan dalam kehidupan. Ajaran ini diakui dan diterima secara luas pada masa Tangdilino dan pada abad-abad selanjutnya, dan dengan demikian membentuk jati diri dasar religio-kultural Toraja.
No comments:
Post a Comment