Silsilah Raja-Raja Luwu
By Rasyiqul Ariqin Azzari on Monday, April 27, 2015 at 12:11pm
AKU Anak Siapa?
"..saya orang Bone, turunan para pemberani! Penakluk Se-Sulawesi ..", katanya. "Saya orang Luwu, turunan dari kayangan !. Kalian para orang Bone hanyalah turunan pengawal nenek moyang kami !", timpal orang Luwu pula. "Hei, kalian tidak perlu bertengkar. Walau bagaimanapun, kamilah orang Gowa, turunan wangsa paling berkuasa dan lebih perkasa dari nenek moyang kalian !", sergah orang Gowa. "Uh, perkasa apanya ?!. Nenek moyang orang Gowa hanyalah masyarakat primitif belaka, andai tidak belajar Ilmu Tata Negara ke La MungkacE Touddama di Wajo..", sahut orang dari Wajo. "..apa gunanya keperkasaan dan kepintaran tanpa adab yang tertata ?! Ingat, kamilah orang Soppeng yang terlahir di negeri para orang beradab..", kata orang Soppeng tidak mau kalah pula. "Semuanya omong kosong belaka, sehebat-hebatnya nenek moyang kalian yang terkenal suka memulai perang itu, namun semuanya selalu meminta bantuan di Sidenreng !", cemooh orang Sidenreng. "Betul itu.. lalu kalau sudah terdesak di arena pertempuran, toh mereka larinya ke Suppa juga..", sahut orang Suppa membenarkan.
Kiranya seperti itulah “Illustrasi” percakapan yang terjadi sekiranya anak-anak negeri itu dikumpulkan dalam suatu forum. Sebuah majelis yang sesungguhnya bukanlah lagi sebuah diskusi, melainkan forum saling mengagulkan diri dengan merendahkan yang lainnya. Refleksi pengertian kebangsaan yang disalahfahami sehingga kadang berujung konflik diantara mereka. Maka pada judul ini, penulis mencoba menyingkap kembali sejauh mana sesungguhnya perbedaan identitas itu jika ditinjau dari uraian silsilah keturunan mereka pada beberapa Lontara Panguriseng. Hingga pada bagian akhirnya nanti, akan terjawab pula, siapa orang Luwu, orang Bone, orang Gowa, orang Wajo, orang Soppeng, orang Sidenreng, orang Engrekang, orang Duri, orang Toraja, orang Mandar atau yang dianggap "alien" lainnya ?.
Negeri Asal Muasal
"Jika dalam suatu ruangan ada sekelompok orang, maka pastilah ada yang lebih dulu memasuki ruangan itu dari yang lainnya", demikian menurut kata logika berpikir. Bahwa lama sebelum menulis pada blog ini, Ayahanda penulis menyatakan dengan penuh takzimnya perihal negeri Luwu, bahwa : "Naiyya TanaE Luu, iyanaritu tana simulang angcajingenna toriolota.." (Sesungguhnya negeri Luwu adalah negeri asal muasal para leluhur kita..). Sesuatu yang kiranya tidaklah berlebihan, karena tertulis pada silsilah beliau, bahwa generasi I hingga generasi ke-VI yang tersusun dari atas kebawah semuanya adalah orang Luwu. Bermula pada generasi I, berderetan 3 (tiga) pasang nama yang masing-masing disebutkan, sebagai berikut :
- I LapuangngE LEbba' Patoto Aji Palallo Lapatiganna Sangkuruwira Batara Unru Tomallangkana ri LettEwEro, suami Datu Palinge' Mutia Unruri Senrijawa, DEnru Ulawengna Guru ri Selleng.
- Guru ri Selleng I LapuangngE ri Toddangtoja mangkau' ri Peretiwi TuppubatuE ri Toddangsolo Maddeppa'E ri Wajampajang Opu Samuda PunnaE Liung, suami Sinaungtoja MassaobessiE Maddeppa'E ri Wajampajang, TunruangngE ri Matasolo', DEnru Ulawengna Patoto'E.
- La Oddangriu Sangkabatara ri RuwanglettE, suami Batari IlE Ellung MangEnrE' ri Ulowongeng.
Ketiga sejoli itu beranakpinak dengan mengawinkan keturunan mereka satu sama lainnya, hingga pada suatu ketika Patoto"E menurunkan puteranya, yakni : La Toge'langi Batara Guru Sunge' ri Sompa Aji Sangkuru Wira ManurungngE ri Tellampulaweng Pajung ri Luwu I menjadi penguasa Attawareng , yang menandai lahirnya Kerajaan Luwu. Sezaman dengan La Togelangi Batara Guru, terbitlah Tomanurung lainnya yang diturunkan di Cina, yaitu : La Tenriangke' ManurungngE ri Tellampulaweng Datu Cina I, yang menandai lahirnya Kerajaan Cina yang kelak berganti nama menjadi Pammana. Kemudian terjadilah pernikahan yang amat terkenal antar keturunan mereka, yaitu : Sawerigading Opunna Ware' (cucu La Patiganna) dengan We Cudai' DaEng ri Sompa Punna BolaE ri LatanEtE (cucu La Tenriangke'). Maka pada masa itulah dinyatakan sebagai penyatuan 2 wangsa, yakni Luwu dan Cina yang pada keturunan mereka mengidentiitaskan diri sebagai "Towugi" yang diambil berdasar nama ayahanda We Cudai', yakni : La Sattumpogi Punna LipuE ri Cina , yang kemudian menobatkan menantunya (Sawerigading) menjadi "Datu Cina".
Pada generasi ke-II Patoto'E yang menandai lahirnya Kerajaan Luwu dan Cina, terbit pula To Manurung lain yaitu : TurubElaE Laurengpessi ri Coppo' MEru ManurungngE ri Sawammegga Datu Tompotikka I (putera La Oddangriu Sankabatara ri RuwallettE), yang menandai lahirnya Kerajaan Tompotikka.
Hingga pada generasi ke-VII Patoto'E, yakni : Salinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III, terbitlah pula seorang tokoh lain di negeri Sekkanyili' yang cukup jauh pula dari Negeri Luwu, yakni : La Temmalala' ManurungngE ri Sekkanyili Datu Soppeng I yang menandai kelahiran Kerajaan Soppeng.
Kedua "To Manurung" tersebut melahirkan generasinya masing-masing yang ditempatkan pada generasi ke-VII Patoto'E, yakni : La Ana'kaji Pajung ri Luwu IV (putera Simpurusiang) dan La Maracinna Datu Soppeng II (putera La Temmalala'). Sezaman dengan kedua tokoh tersebut, yakni pada generasi ke-VIII dari Patoto'E di Luwu, terbitlah beberapa Tomanurung (Orang yang turun dari khayangan) dan To Tompo (Orang yang timbul dari peretiwi/dunia bawah), diuraikan sebagai berikut :
- La MammatasilompoE ManurungngE ri Matajang Mangkau ri Bone I, suami We MattengngaEmpo ManurungngE ri Toro, yang menandai lahirnya Kerajaan Bone.
- ManurungngE ri TamalatE Sombayya Gowa I, isteri La Patala Bantang KaraEng TurijE'nE (KaraEng Bayo), yang menandai kelahiran Kerajaan Gowa.
- La BungEnge' ManurungngE ri Bacukiki, suami We Teppulinge' ManurungngE ri Lawaramparang, menandai kelahiran Kerajaan SidEnrEng.
Hal menarik jika menyimak uraian Sejarawan Prof. Mr. Dr. H. Andi Zainal Abidin Farid yang mengemukakan bahwa We Mattengnga Empo ManurungngE ri Toro (permaisuri La MammatasilompoE ManurungngE ri Matajang Mangkau ri Bone I), sesungguhnya adalah salahseorang puteri Sawerigading Opunna Ware' dengan We Cudai' Daeng Risompa yang dilahirkan di Uri Liung (Dunia Bawah) pada masa "Pasca Tinrelle'", sebagaimana halnya dengan saudarinya yakni We Patyanjala Tompo'E ri Bussa Empo, Permaisuri SSalinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III (Abidin, The Emergence Of The Kingdom Of Luwu, makalah - 1994).
Pada kesempatan lain, Sejarawan H.D. MangEmba menguraikan pula perhubungan Luwu dengan Gowa pada masa kelahiran Kerajaan dibagian selatan jazirah Sulawesi tersebut. Bahwa suami ManurungngE ri TamalatE Sombayya Gowa I sesungguhnya pula berasal dari Luwu pula. Tersebutlah salah seorang putera Salinrunglangi Simpurusiang Mutiakawa Opunna Ware' ManurungngE ri Awo Lagading Pajung Luwu III bernama "La Patala Bantang" yang disebutnya pula (H.D.Mangemba) sebagai "Laki' Padada" seorang pangeran yang gemar mengembara. Ia tidak berhasrat menjadi Raja, melainkan berburu Ilmu Keabadian yang disebutnya bernama : TengmatE Tengmatoa Malolo Pulana (Ilmu Tidak Mati, Tidak Tua dan Muda Selamanya).
Pengembaraan Laki' Padada yang hanya berbekal sebilah pedang yang bernama "sudanga" suatu ketika tiba di Sangalla' (Tana Toraja). Beliau memperisteri puteri Arung Sangalla dan menetap hingga beberapa lama. Namun hasratnya untuk berburu Ilmu yang diidam-idamkannya tersebut tidak tertahankan sehingga ia melanjutkan perjalanannya kearah selatan. Akhirnya pada suatu hari ia menemukan seorang guru yang berdiam pada suatu pulau yang kiranya mampu mengajarkan Ilmu yang diharapkannya. Namun kiranya takdir berkata lain, Laki Padada "Patala Bantang" gagal memenuhi syarat dalam proses mempelajarinya. Sang Pangeran nelangsa, berjalan ke selatan tanpa tujuan.
Ditengah perjalanannya, seekor "kuajeng" (Burung Garuda) menyambarnya dan membawanya terbang tinggi melintasi lautan luas. Sesampainya ditengah laut, Sang Garuda melepaskan Sang Patala Bantang yang terus jatuh ke lautan yang dalam. Namun berkat kesaktiannya, ia mampu bernafas didalam air dan terus berjalan menurut arah kakinya melangkah. Sekian lama mengembara dibawah laut, sehingga kakinya ditumbuhi berbagai jenis lokan dan tiram. Akhirnya pada suatu hari, ia mendarat pada suatu pantai suatu negeri yang kini dinamai menurut namanya, yaitu : Bantayang (BantaEng). Masyarakat pantai yang melihatnya dengan penuh takjub, sehingga menjulukinya sebagai "KaraEng TurijE'nE" (Tuan yang datang dari air). Kemudian perjalanannya diteruskan menuju Gowa, hingga disanalah pengembaraannya berakhir dengan mengawini Ratu Gowa pertama dan digelari sebagai : KaraEng Bayo. Setelah beliau memerintah Kerajaan selama beberapa waktu hingga melahirkan anak-anaknya, KaraEng Bayo beserta isterinya, "mallajang" (raib) untuk selamanya. Mereka meninggalkan benda-benda pusaka yang menjadi regalia Kerajaan Gowa hingga kini, salahsatunya adalah : Sudanga, pedang pusaka yang dibawanya dari Luwu.
Berbeda pula dengan versi Puang Paliwang Tandilangi (putera Puang Sangalla), dalam suatu makalahnya, dimana disebutkan bahwa tokoh "Laki' Padada" sesungguhnya adalah orang yang berbeda dengan "KaraEng Bayo". Dikatakan lebih lanjut, bahwa di "LEponna Bulang" (Tana Toraja) dikenal mitos "Tumanurung Tamboro Langi" yang memperhubungkan raja-raja Luwu, Gowa dan Sangalla'. Perkawinan Laki' Padada dengan Batara Lolo dari Luwu (putera Simpurusiang dengan Patyanjala) melahirkan putera-putera, sebagai berikut :
- Patala MErang (Patala MEa, versi Luwu) tinggal di Gowa menjadi "Somba" (suami Ratu) dengan mewarisi sebilah kelewang bernama "Su'dang" dan Panji "SamparajaE".
- Patala Bunga (Ana'kaji, versi Luwu) menjadi "Pajung" di Luwu dengan mewarisi sebilah kelewang bernama "Bungawaru" dan selembar panji bergelar "SulEngka".
- Patala Bantang tinggal di LEponna Bulang bersama Laki' Padada (ayahnya) serta mewarisi dua bilah kelewang bergelar : "Manian" dan "Dosso" serta panji bergelar "BatE Manurung".
Terlepas dari perbedaan berbagai versi perihal "KaraEng Bayo" diatas, Perjalanan pendahuluan tulisan ini akhirnya tiba dibagian selatan Pulau Sulawesi, diteruskan pula menyeberang lautan hingga tiba di Pulau Selayar yang disebut dalam naskah I La Galigo sebagai "Silaja". Suatu fakta yang menarik yang didapati pada masyarakat kepulauan tersebut, bahwa mereka menyebut bangsawannya dengan : OPU, sebagaimana halnya di Luwu.
Dalam penelusuran penulis pada tahun 1999, penulis mengenal akrab dengan seorang Bangsawan setempat, yakni : Opu Andi Amar, dimana beliau menjelaskan bahwa mereka sesungguhnya adalah para turunan We Tenri Balobo, puteri Sawerigading dengan We Cudai'. We Tenri Balobo dalam naskah silsilah penulis sesungguhnya bernama lengkap : We Tenri Balobo BEloKalempi Sulo Jajareng Punna LipuE ri Sabangloang (isteri La Tenripale' Opu Lamuru Totappu Bello AlawErunEng Mutia Pajung) adalah bukan seorang "Datu Silaja", melainkan gelar tersebut dijabat oleh adik kandungnya, yakni : We Tenri Dio Batari Bissu Punna LipuE ri Mallimongeng Datu ri Silaja. Namun sesungguhnya pertalian kekerabatan tentu saja tidak mesti haruslah berasal dari Raja Pertama yang menjadi tanah kelahiran, maka keterangan Opu Andi Amar diatas tentu benar pula adanya.
Akhirnya perhatian diarahkan ke "Tana Wajo", negeri dimana penulis dilahirkan. Tertulis pula pada Lontara H. Andi Sumange'rukka dimana keterangan ini diperoleh dari Sejarawan Prof. Mr. Dr. H. Zainal Abidin, SH dalam "Wajo Abad XV-XVI", bahwa menyangkut kisah "We Tadampali' Arung Masala Uli'E" yang dianggap sebagai salahsatu leluhur Bangsawan Wajo (khususnya wangsa BEttEmpola). Tersebutlah "Simpurusiang ManurungngE ri Talettu'" yang memperisterikan "We Patyanjala". Mereka melahirkan "Anakaji" yang kemudian berlayar ke seberang lautan untuk mempersunting 'We Tappacina", puteri Raja Mancapaik (Majapahit) yang bernama Sellamalama (nama lain Hayam Wuruk) dari isterinya yang bernama : Bara Aweling (Bhra Aweli). Anakaji memboyong isterinya kembali ke Sulawesi yang kemudian menganugerahkan hadiah penikahan kepada isterinya, sebuah negeri yang bernama : "Tana SitonraE" (gabungan negeri WagE, TEmpE dan Sengkang dimasa kini). Sengkang yang pada awalnya bernama "Siengkang" konon disebut demikian karena orang-orang Luwu dan orang-orang Majapahit (pengikut We Tappacina) bersamaan tiba dan menghuni negeri yang dihadiahkan tersebut.
Kemudian saudara perempuan Anakaji yang bernama We Sakkewanua bersuamikan La Tuppusolo' di Uri Liung (Dunia Bawah), melahirkan putera puteri, yakni : La Mallala'E dan We Posi'tana. La Mallala'E kemudian menikahi sepupu sekalinya bernama We Tenri Abang (puteri Batari Toja, saudara Anakaji dan We Sakkewanua), melahirkan : We Tadampali, La UlengtEpu dan La WajokEteng.
We Tadampali terkena kutukan Dewata sehingga mengidap penyakit lepra. Maka demi menjaga agar rakyat Luwu tidak terjangkit penyakit menular itu, terpaksa We Tadampali beserta segenap pengikutnya dihanyutkan dengan dibekali benda-benda pusaka kerajaan yang dibawa La Mallala'E dari Uri Liung, yaitu : Sebilah kelewang bergelar La TEakasi, sepucuk tombak bergelar La Ula Balu dan sebilah badik kecil bergelar Cobo'E. Hingga pada perjalanan masa pembuangannya, We Tadampali terdampar disuatu wilayah yang kini dikenal sebagai : Tosora (berasal dari kata TosorE : orang terdampar) yang kelak menjadi Ibukota Kerajaan Wajo. We Tadampali mendapatkan kesembuhan berkat jilatan "TEdong Buleng" (Kerbau Bulai) yang kemudian dipersunting oleh La Mallu' Toangingraja Arung BabauwaE (Bone Utara).
Menelusuri lebih jauh perihal leluhur masyarakat Sulawesi Selatan, kiranya tidaklah berlebihan jika sumber-sumbernya dirambah pada muara I La Galigo, naskah tertua Sulawesi yang ada. Disebutkan bahwa, "Pajung Luwu" sesungguhnya memiliki hubungan kekerabatan dengan berbagai Raja-Raja di banyak negeri pada zaman keemasannya, antara lain :
- La Tenri Tatta ri Gima (Bima, Nusa Tenggara)
- La Tenri Peppang ri Wadeng (Gorontalo)
- TopangkElareng ri Taranati (TernatE)
- La Temmadatu ri Butung (Buton, Sulawesi Tenggara)
- Guru La Sellang Puang Palipada ri MassEnrEngpulu (EnrEkang)
- Puang Pongkopadang ri Pitu Babanna Binanga (Sulawesi Barat)
- dll..
Kemudian Sawerigading dijelaskan memiliki 70 orang sepupu sekali (sapposiseng cEra' lebbi') yang menjadi penguasa pada berbagai wilayah, antara lain disebutkan :
- La Mattulia ri Matano
- La Temmacelling ri BaEbunta
- La Maracinna ri Rongkong
- La Maranginang ri Masamba
- Guttu Patalo ri Bua
- La PawisEang ri Ponrang
- LA Saddakati ri Larompong
- La Rumbalangi (La Rumpang Langi) ri MEngkoka
- LA Banawa ri Duri
- Guttu Pareppa ri Toraja
- EllungmangEnrE' ri Tondong (Sinjai)
- La Pawawoi ri Balannipa (Mandar)
- dll..
Menyimak uraian perihal leluhur pada periode "Tumanurung" diatas, kiranya dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya benar adanya jika "Luwu" dikatakan sebagai "Negeri Asal Muasal", sehingga pembahasan perihal "Kesatuan Silsilah" dalam periode Lontara dapat dilanjutkan pada bagian berikutnya dalam tulisan ini.
Kesatuan Kerangka Masompunglolo
Beberapa waktu yang lalu, dalam sebuah perbincangan dengan Bp. H. Bustaming, S.Pd, M.Si (Kabid. Olahraga Dis.OPP Kota Parepare), penulis sempat berseloroh, "..menurut pendapat saya, yang disebut sebagai Suku Bugis pada masa ini belum tentulah "Ugi" yang dimaksud pada berbagai Lontara. Justru saya curiga jika "Ugi" yang dikisahkan pada "Lontara La Sampuraga" adalah "Orang EnrEkang" pada masa kini..". Sontak beliau yang saya tahu "berasal" dari EnrEkang tersebut terperangah !. "PEkkogi tasengngi, ndi' ?!" (Bagaimana anda bisa mengatakan demikian, dik ?)
Bukan apa-apa, kadang-kadang saya hampir-hampir tidak mengerti "Bahasa Bugis" yang tercatat pada banyak Lontara Bugis sendiri. Begitu banyak kosa kata lama yang tidak digunakan sehari-hari dikalangan masyarakat yang dikatakan sebagai "Bugis" pada masa kini, justru masih digunakan pada bahasa sehari-hari masyarakat EnrEkang hingga hari ini. Sebagai contoh, penyebutan warna putih dalam beberapa Lontara Ugi', yakni : "Mabussa" dari asal kata "Bussa" atau "Busa". Orang EnrEkang masih menyebutnya demikian hingga kini, sementara dalam bahasa Bugis masa kini menyebutnya "MaputE" dari asal kata "PutE", kata yang mestilah berasal dari Bahasa Melayu. Kemudian penyebutan terhadap "kuburan", orang Bugis masa kini menyebutnya sebagai : "Kubburu'", sementara orang Konjo di Tanjung Bira (Bulukumba) menyebutnya sebagai : "Panrang" yang tentu saja berasal dari kata "panreng", sebagaimana tertulis pada banyak Lontara Bugis pula.
Membuka perbendaharaan lama, meminjam istilah Buya Hamka, penulis mencoba menguak kesatuan dalam keberagaman lewat pintu "Panguriseng" yang dalam kosa kata aslinya disebut sebagai "panguruseng" (pusat kesatuan), yang kemudian disebut sebagai "sitambung" dari induk bahasa melayu, yakni "stambon" serta lebih diperkaya pula dengan bahasa Arab, yaitu : Silsilah.
Seorang kerabat kami menyanggah dan meragukan jika konsep kesatuan dalam "berleluhur" ini dapat dijadikan sebagai pijakan dengan berdasar pada silsilah para bangsawan,sebagaimana diuraikan nanti. Bukankah terlalu naif jika itu dijadikan dasar kebersamaan, sementara "tidak semua" kita berasal dari turunan Bangsawan ?, demikian pertanyaan beliau. Maka penulis menguraikan dengan hati-hati, bahwa pada zaman dahulu ketika para bangsawan menyelenggarakan tradisi "diplomasi pernikahan" sebagaimana yang dirintis oleh Puatta TorisompaE (La Tenri Tatta DaEng SErang Petta MalampE'E Gemmekna) melalui kemenakannya, yakni "La Patau Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng", mereka tidak datang sendiri, melainkan bersama dengan para pengikutnya dalam jumlah banyak yang nantinya mengadakan pula perkawinan silang dengan anak negeri setempat. Sebagai contoh, pernikahan agung "La Patau Matanna Tikka MatinroE ri Naga Uleng" dengan "We Yummung Datu Larompong" (puteri Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX dengan Petta MatinroE ri LawElareng) tentu saja membawa pengikut masing-masing, serta kemungkinan besar pada generasi yang sama terjadi pernikahan pula diantara mereka.
Lagipula, pada masa ini kiranya sulit mendapatkan orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan para Raja dari masa-masa lalu. Mungkin saja bukan dari lapis kedua diatasnya, tapi bisa saja dari lapis-lapis berikutnya. Seseorang menganggapku pula terlalu naif dengan pemikiran ini. Apa benar ?!, tanyanya. Coba saja anda menghitungnya dengan baik, kataku. Setiap orang (individu) memiliki ayah dan ibu yang itu diletakkan pada generasi I diatasnya. Kemudian pada generasi II, tentu saja berkembang menjadi 4 orang (ayah ibu dari ayahnya dan ayah ibu dari ibunya). Lalu pada generasi III, tentu saja berkembang menjadi 16 orang. Maka generasi IV, jumlah generasi III yang 16 orang itu dikalikan menjadi 4 lagi, hasilnya semakin berkembang menjadi 64 orang. Inipun merupakan perhitungan bagi sebuah bagan silsilah "sederhana". Dapat dibayangkan, jika sangat kecil kemungkinan dalam generasi ke-IV setiap orang yang berjumlah 64 orang tersebut tidak satupun yang merupakan "keturunan bangsawan", walaupun setetes sekalipun ?. Akhirnya berdasar itulah, sehingga orang-orang tua kita senantiasa berwasiat, "Aja' lalo gaga tau mupakariawa.., nasaba' niga missengngi abbatireng maneng-manengna sEddiE tau ?" (jangan pernah memandang rendah seseorang.., karena siapakah kiranya yang tahu seluruh asal muasal seseorang ?).
Perihal lain yang dapat menyebabkan terjadinya peralihan identitas "asal negeri" bagi masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat dimasa kini adalah, terjadinya migrasi pada masa perang dengan Kolonial Belanda. Mereka meninggalkan negeri kelahirannya dengan berbagai alasan, antara lain : peperangan dengan Pemerintah Hindia Belanda yang membuat mereka "tersingkir" ke negeri lain, contohnya : pengungsian ArumponE We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara ke Suppa (Pinrang) dalam bulan Desember 1859, akibat terdesak oleh pasukan General Van Swieten dan sekutu bumi puteranya yang rata-rata terdiri dari kaum aristocrat Bone sendiri. Pengunsian itu merupakan "migrasi" besar-besaran sebagian Rakyat Bone yang terdiri dari sisa-sisa pasukan yang setia beserta keluarganya, turut serta mengawal Ratu-nya sekeluarga ke Negeri Suppa yang jauh. Tiga tahunkemudian, tepatnya dalam tahun 1862, We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara dinobatkan oleh rakyat Suppa selaku Datu Suppa hingga wafatnya dan mendapatkan gelar kehormatan sebagai "Petta MatinroE ri Majennang, Suppa".
Setelah seratus tahun berlalu, sebagian keturunan We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara Datu Suppa MatinroE ri Majennang Mangkau ri Bone XXVIII tersebut dengan tanpa ragu menyatakan diri sebagai " To Suppa", sekiranya ditanya daerah asalnya. Demikian pula halnya dengan turunan para pengikut beliau yang kini tersebar dan beranakpinak di Suppa. Walaupun dalam tenggang waktu yang tidak terlalu lama kemudian, yakni pada tanggal 12 April 1931, salahseorang cucu We Tenriawaru "I Pancaitana" BessE' Kajuara Mangkau ri Bone XXVIII dinobatkan pula selaku Mangkau ri Bone, yaitu : Andi Mappanyukki' Sultan Ibrahim Datu Lolo Suppa Petta MatinroE ri Panaikang.
Hal yang sama dapat pula terjadi dari peristiwa sebaliknya, misalnya pada pasca Perang Makassar, Petta TorisompaE (Arung Palakka Petta MalampE'E Gemme'na) yang membagi-bagikan tanah kepada para pasukan setianya di Labakkang (Pangkep). Mereka adalah lasykar yang berjasa telah mengikuti Petta TorisompaE sejak perantauan di Batavia (Jakarta), ekspedisi perang ke Pariaman (Sumatera Barat), Perang Makassar, hingga ekspedisi penaklukan lasykar KaraEng GalEsong dan KaraEng Bontomarannu di Kakaper, Jawa Timur. Kini keturunan para lasykar khusus asal Bone dan Soppeng tersebut lebih mengenal diri sebagai "Orang Labakkang", tanah kelahirannya.
Beberapa kejadian lainnya yang juga turut mengubah status anak negeri ini, walaupun tidak sampai mengubah akar budaya asalnya, antara lain disebutkan disini, yaitu :
- Para turunan Syekh Yusuf "Tajul Khalwati" Tuanta Salamaka yang tersebar di Sulawesi Selatan, Banten, Srilangka hingga Cape Town (Afrika Selatan),
- Turunan I Mannidori KaraEng GalEsong (Putera Sultan Hasanuddin) yang tersebar di Pulau Jawa, diantaranya yang terkenal adalah Pahlawan Nasional Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Setiawan Djodi,
- Turunan Opu nan Lima yang tersebar di Riau, Kalimantan hingga Malaysia yang menurunkan para Yam Tuan Muda Riau, Sultan MEmpawa, Sambas dan Pontianak, diantaranya yang terkenal adalah Pahlawan Nasional asal Riau, yakni Raja Aji Yamtuan Muda Riau Marhum Teluk Ketapang dan Sastrawan Raja Ali Haji,
- Turunan La Tenri Dolong To Lebba'E Datu Pammana yang banyak tersebar di Sumatera dan Kamboja,
- Turunan DaEng TuagE', bangsawan ksatria Wajo yang tersebar pula di Siak Sri Indrapura (Riau), turunannya yang terkenal adalah : Laksamana Raja di Laut dengan Perahu Lancang Kuningnya yang terkenal,
- Turunan KaraEng Aji, pangeran Makassar yang menebar turunanannya di Pahang, Malaysia. Turunannya yang terkenal adalah PM. Malaysia Tun Abdul Razak dan puteranya, PM. Malaysia Tun Najib,
- Turunan La Rajadewa Arung Belawa yang tersebar di Singapura,
- Turunan para orang Wajo yang telah membuka Samarinda hingga kini banyak tersebar sebagai masyarakat terkemuka di Kutai Kertanagara (Kalimantan Timur),
- Turunan para Sultan Bima dan Sumbawa yang berhubungan langsung dengan silsilah Kesultanan Gowa,
- Turunan KaraEng Ballasuka dan KaraEng Pao (Sinjai) yang dibuang oleh Pemerintah Gubernemen Belanda ke Cianjur (Jawa Barat) dalam tahun 1862, sehingga salahseorang keturunannya yang terkenal adalah DaEng Kanduruan Ardiwinata seorang tokoh sastrawan Sunda dan Sesepuh paguyuban Pasundan,
- serta masih banyak lagi yang lainnya.
Walaupun mengingat keterbatasan ruang pada judul tulisan ini untuk menguraikan silsilah para putera Bugis Makassar perantau yang tersebut diatas satu demi satu, namun pada kesatuan silsilah yang akan diuraikan berikut ini kiranya dapat merangkum mereka yang berada menetap di Sulawesi maupun yang sudah terlahir diluar Sulawesi. Sebagaimana diwasiatkan oleh para pendahulu, bahwa:
"Duami malebbi riyala bokong temmawari ri linoE, iyanaritu : Assompulolongeng na Paddissengeng MadEcEng.." (hanya dua bekal berharga yang tak akan pernah basi di dunia, yakni : perhubungan sanak keluarga dan ilmu yang bermamfaat). Maka dengan ini dihaturkan uraian silsilah perhubungan para Raja-Raja Sulawesi Selatan dan Barat, dipilih pada jalur-jalur perhubungan yang luas saja, menurut maksud tema tulisan ini, dihaturkan sebagai berikut :
Kerajaan Baso Putra Tanah Bataraguru LuwuPada bagian awal tulisan ini telah diuraikan perihal Kerajaan Luwu yang "diakui" sebagai Kerajaan Asal seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan. Maka dibawah ini diuraikan pula uraian silsilah keturunan para Pajung dan Opu di Luwu yang menyebar ke kerajaan lainnya.
Telah diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa sejak Dynasti Dewata ManurungngE telah terjadi perhubungan kawin mawin dengan pendiri kerajaan lainnya, baik di Jawa maupun di kawasan timur Indonesia pada masa kini. Maka pada bagian ini diuraikan perkawinan para Bangsawan Luwu dengan Bangsawan dari negeri-negeri lainnya pada masa syiar Islam di Sulawesi Selatan pada abad XVI, sebagai berikut :
Ỗ Pati Arase’ (La Pati Ware') DaEng Parambong (Dg. Parabbung) Sultan Muhammad Waliyu Mudharuddin Petta MatinroE ri Ware’ (Petta MatinroE ri Pattimang ?) Pajung ri Luwu XVI (Raja Luwu pertama masuk Islam, menurut silsilah TippuluE adalah Pajung ke XIII), menikah dengan ∆ KaraEngta ri Balla’ Bugisi (saudara kandung I Mangngarangi DaEng Manrabia Sultan Alauddin Somba Gowa XIV, Raja Gowa pertama yang masuk Islam), melahirkan : 1. Ỗ Pati Pasaung Sultan Abdullah Mahyuddin Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu XVII, 2. Ỗ Petta MatinroE ri Somba Opu, 3. ∆ Somba BainEa.
Ỗ Pati Pasaung Sultan Abdullah Mahyuddin Petta MatinroE ri MalangkE Pajung ri Luwu XVII, menikah dengan ∆ We Panangngareng Petta MatinroE ri Judda , melahirkan : Ỗ Palissubaya Sultan Ahmad Nazaruddin Petta MatinroE ri Gowa Pajung ri Luwu XVIII.
Ỗ Palissubaya Sultan Ahmad Nazaruddin Petta MatinroE ri Gowa Pajung ri Luwu XVIII menikah dengan ∆ Opu DaEng MassallE, melahirkan : Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka PAjung ri Luwu XIX.
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ Petta To CEnrana (Bone), melahirkan : Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu.
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ We Diyo’ DaEng Massiseng Petta I Takalara MatinroE ri LawElareng , melahirkan putera puteri, sbb :
Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu XX menikah dengan ∆ We PAttEkEtana (puteri La Mappajanci Sultan Ismail Datu TanEtE dengan permaisurinya : We Tenri Abang Datu MArioriwawo = adik Arung Palakka Petta MalampE’E Gemme’na) , melahirkan : ∆ Batari Tungke’ Petta MatinroE ri Pattiro Pajung ri Luwu XXII.
Kemudian, ..
Ỗ La Onrong Topalaguna Pajung ri Luwu XX menikah dengan ∆ I Rukiah , melahirkan : Ỗ La KasEng Tosibengngareng Petta MatinroE ri Kaluku BodoE Pajung ri Luwu XXI , menikah dengan ∆ I Saoda Datu Pacciro, melahirkan :
Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI menikah dengan ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’ (puteri We Tenri LElEang)
Kemudian, ..
Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI menikah dengan ∆ I Manneng DaEng Masiang (puteri ∆ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na), melahirkan : ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu XXVII.
∆ We Ummung (Tenri Ummung) Datu Larompong Petta MatinroE ri Bola Jalajja’na, menikah dengan Ỗ La Patau’ Matanna Tikka Arung Palakka Sultan Alimuddin Idris Ranreng Tuwa Wajo Petta MatinroE ri Nagauleng Mangkau ri Bone XVI , melahirkan putera puteri, sbb :
* Ỗ La Temmasonge’ (La Mappasosong) Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’ ri Bone XXII, menikah dengan ∆ Sitti Aisyah (puteri Muhammad Maulana KaraEng Tumabbicara Butta Gowa), melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ La Balloso’ Toakkotto Muhammad Ramalang Arung PonrE Petta MaddanrengngE ri Bone, 2. ∆ I Mida Arung Lapanning, 3. ∆ I Rana (We Banna) Petta Ranreng Tuwa Wajo, 4. ∆ We TenriollE Arung Lapanning, 5. ∆ I Pakkemme’ Arung Majang.
* ∆ We Batari Toja DaEng Talaga Petta MatinroE ri TippuluE Mangkau ri Bone XVII Pajung ri Luwu XXI,
* ∆ We Patimanaware’ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na,
∆ We Patimanaware’ Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, menikah dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu, melahirkan putera puteri, sbb : 1. ∆ I Manneng DaEng Masia (isteri Ỗ La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI ), 2. ∆ I Pawawoi Opu DaEng Matajang (isteri La Tadda Opu MatinroE ri LEmpa), 3. ∆ Opu BoE,
* ∆ Opu TolEmbaE menikah dengan Ỗ Ana'na Pabbicara Bittua
* Ỗ La SallE Opu Daeng Panai’ menikah dengan ∆ I BessE Opu DaEng Tarima, melahirkan : 1. Ỗ Opu MpElaiyangngi Kannana (suami ∆ Opu BoE), 2. ∆ Opu DaEng Talala (suami Ỗ Maddika Sangalla).
Kembali keawal, yakni pernikahan lain Ỗ Sattiaraja,
Ỗ Sattiaraja Petta MatinroE ri Tompotikka Pajung ri Luwu XIX, menikah dengan ∆ We Diyo’ DaEng Massiseng Petta I Takalara MatinroE ri LawElareng , melahirkan : Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu
Ỗ La Sangaji Opu Patunru Luwu menikah dengan ∆ I Mammu DaEng TalEna, melahirkan Ỗ La Rumpang Megga TosappEilE Opu Cenning Luwu.
Ỗ La Rumpang Megga TosappEilE Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ Batari Tungke’ Petta MatinroE ri Pattiro Pajung ri Luwu XXII (puteri Ỗ La Onrong Topalaguna Petta MatinroE ri LangkanaE Pajung ri Luwu XX ), melahirkan :
- Ỗ La Oddangriu Datu TanEtE Datu SoppEng XXIII menikah dengan ∆ I Tungke’ Puang DaEng, melahirkan : ∆ I Sabong,
- ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La MAppasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna, melahirkan :
• Ỗ La Mappajanci Sultan Ismail Datu Soppeng XXVII,
• ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri PangkajEnE.
Kemudian We Tenri LElEang menikah lagi, :
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo, melahirkan :
• Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu
• ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’,
• Ỗ La Maggalatung Tokali Datu Lompulle’,
• ∆ I Tenripada DaEng MalEleng,
• ∆ I Patimang Dennyarasi MatinroE,
• ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo,
Uraian ini kemudian dilanjutkan pada generasi berikutnya, sbb :
∆ I Pawawoi Opu DaEng Matajang(puteri ∆ I Patimana WarE' Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu) menikah dengan Ỗ La Tadda Opu MatinroE ri LEmpa, melahirkan : ∆ We Kabo Opu DaEng Nipati (isteri La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua bin La Temmasonge’ "La Mappasossong" Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’ ri Bone XXII dengan Sitti Habibah)
∆ Opu BoE (puteri ∆ I Patimana Ware' Arung Timurung Opu PawElaiyyE ri Bola Ukiri’na, dengan Ỗ La Raunglangi Opu Patunru’ Luwu) menikah dengan Ỗ Opu MpElaiyangngi Kannana (putera La SallE Opu DaEng Panai), melahirkan : ∆ Opu Indo’na Ako
∆ Opu DaEng Talala (puteri Ỗ La SallE Opu Daeng Panai’ dengan ∆ I BessE Opu DaEng Tarima) menikah dengan Ỗ Maddika Sangalla’, melahirkan : Ỗ La Konta Opu DaEng Mamangung (Suami Opu MatinroE ri BonE LEmo)
Kemudian pula,
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu PAttojo Petta MatinroE ri PangkajEnE (puteri ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mappasiling "La Mappaselli" Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna) menikah dengan Ỗ La Kasi DaEng Majarungi Petta PonggawaE ri Bone (putera La Temmasonge' Arumpone MatinroE ri Mallimongeng), melahirkan : Ỗ La Banrulla
Kemudian ..
∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu PAttojo Petta MatinroE ri PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo, melahirkan : 1. ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu Pammana, 2. ∆ I Mappanyiwi Datu Pammana, 2. ∆ I Sompa DaEng Sinring DAtu Pammana, 3. ∆ I BubE KaraEng PambinEang, 4. Ỗ La Tenri Dolong To LEbba’E Datu PAmmana
Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII (putera ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mappasiling "La Mappaselli" Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna) menikah dengan ∆ I Sabong (puteri La Oddangriu Datu TanEtE Datu SoppengXXIII), melahirkan : ∆ We MEnengratu Arung Lipukasi
Kemudian ..
Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII menikah dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning , melahirkan putera puteri, sbb :
- ∆ We Tenri Ampareng Datu Lapajung Datu Soppeng XXX (isteri La PabEangi Datu Ganra Arung BElawa),
- Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng XXVIII (suami ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Pajung ri Luwu XXVII binti La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI).
Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu (putera ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo) menikah dengan ∆ We Tenrilawa BessE PEampo (puteri La Passaung Arung MEngE dengan We Tenri LEkke Arung Sajoanging), melahirkan : Ỗ La Makkarakalangi Baso Tancung Datu Marioriawa (suami I Dulu Datu Mario ri Attangsalo)
Kemudian ..
Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Pada Punna BolaE Petta ri Silaja, melahirkan :
- ∆ Asia Datu Lompulle’ (isteri La Mappaware’ Datu Lamuru putera ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo dengan Ỗ La Sunra Datu Lamuru)
Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng XXVIII (Putera Ỗ La Mappajanci Datu Soppeng XXVII dengan ∆ We TenriollE Arung Lapanning) menikah dengan ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Petta MatinroE ri Tengngana Luwu Pajung ri Luwu XXVII binti La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI, melahirkan putera puteri, sbb :
- Ỗ La Tenri Oddang "La OddangpEro" Petta MatinroE ri Kombong BEru Pajung ri Luwu XXVIII (suami We Habibah Opu Daeng Talebbi, Opu Datu Luwu), melahirkan : Ỗ La JemmabaruE Toappanyompa Petta MatinroE ri Limpo Majang Pajung ri Luwu XXIX (suami Opu DaEng Panangngareng), melahirkan : ∆ I Kambo (We KAbbe) Opu DaEng ri Sompa Petta MatinroE Bintanna Pajung ri Luwu XXXII (isteri La Tenri LEkke’ "Tenri LEngka"Opu Tosinapati Cenning Luwu bin Opu PawElai Sukkara'E), melahirkan : Ỗ Andi Jemma La Patiware' Opu ToappamEne' Wara-WaraE Petta MatinroE ri Kemerdekaanna Pajung ri Luwu XXXIII (suami Andi Tenripadang Opu Datu Luwu binti Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Datu Suppa Petta MatinroE ri Gowa Mangkau ri Bone XXXII/XXXIV), melahirkan : Ỗ Andi JEmma BaruE.
- Ỗ La Tenri Sessu’ Arung Galung (suami I WEwanglangi), melahirkan : Ỗ La Mattarima
- Ỗ La Sumange’rukka Arung BEru-BEru (suami Ane’ Banna Opu Indo’na I Raju), melahirkan : ∆ I Mappa’ DaEng Tasa’na
- ∆ I Pancaitana Arung Akkampeng (isteri La Rumpangmegga Datu Lamuru bin La Mappaware’ Datu Lamuru dengan We Yasia Datu Lompulle), melahirkan : ∆ I Panangngareng Datu Lompulle’ (isteri La Patongai Datu Pattiro), melahirkan : Ỗ Laonrong Datu Pattiro Datu Soppeng XXXII (suami I Baccicu Datu Ganra Arung BElawa), melahirkan : ∆ I Soji Arung BElawa Datu Madello (isteri La TEngko Petta Manciji’E ri Wajo bin La Tune’ Sangiang Arung BEttEngpola Petta MatinroE ri Tancung), melahirkan : Ỗ Andi Patongai Datu Doping Arung BElawa.
- Ỗ La Guttu Patalo Datu Mari-Mari (suami I MaurantE Petta Ipao)
- Ỗ La Saliu Opu Sanggaria (suami Arung Lita)
- ∆ We Singara’ DaEng Matana (isteri La WEwang Opu MatinroE ri Baruganna bin La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua dengan We Kabo’ Opu DaEng Nipati)
- ∆ We Hamidah Pajung ri Luwu XXX
- Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu (suami I Pada DaEng Makanang bin La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua dengan We Kabo’ Opu DaEng Nipati )
Mencermati uraian silsilah diatas, dapatlah dilihat bahwa Andi JEmma "La Patiware" Opu ToappamEne' Wara-WaraE Pajung ri Luwu XXXIII yang merupakan Raja Luwu terakhir, sesungguhnya memiliki “darah campuran” Gowa, Bone, Wajo, Soppeng, Sangalla, Barru, serta menjalin hubungan kekerabatan dengan semua Raja-Raja se-Sulawesi Selatan dan Barat. Maka pernyataan seorang kerabat kami yang "merasa" sebagai "Orang Luwu Asli" beberapa tahun yang lalu, bahwa : "..tahta Pajung Luwu PANTANG dan TIDAK PERNAH diduduki oleh seorang bangsawan yang tidak berdarah LUWU MURNI !", kini terbukti sebagai kekhilafan yang tidak perlu adanya.
Mengingat blog kita bersama yang bertitel "Putera Belawa" ini, maka penulis dapat menyatakan bahwa para turunan bangsawan di Belawa pada saat ini dapat pula dikatakan sebagai "Orang Luwu". Salah seorang tokoh Belawa pada abad XVIII yang keturunannya adalah hampir segenap turunan bangsawan di Belawa pada masa ini, adalah : La Tamang Petta Palla'E adalah sesungguhnya "Wija Luwu" pula, sebagaimana diuraikan, sbb :
- ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mappasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna, melahirkan : ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri PangkajEnE.
- ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo MatinroE ri PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo, melahirkan : ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu Pammana,
- ∆ We Tenri Balobo DaEng ri YasE Datu Pammana menikah dengan Ỗ La Sappo Petta Ogi Datu Palireng Arung Belawa MatinroE ri CempaE, melahirkan : Ỗ La Tamang Petta Palla'E.
- Ỗ La Tamang Petta Palla'E menikah dengan ∆ I LEkke' (puteri DaEng Parebba Petta Bulu'bangi), melahirkan : 1. Ỗ La Pamessangi Baso' Parepare, 2. Ỗ La PallEmpa DaEng Pawawa Petta MatinroE ri PittuE.
- Ỗ La Pamessangi Baso' Parepare menikah dengan ∆ I RubEng, melahirkan : 1. Ỗ La Tiling DaEng Maggading SullEwatang BElawa Orai', 2. La Mantu Petta Palla'E.
- Ỗ La Tiling DaEng Maggading SullEwatang BElawa Orai' menikah dengan ∆ I Mannungke' (puteri Arung Data), melahirkan : Ỗ La Dai Puenna Mattiroang.
Perhubungan Belawa dengan Luwu sesungguhnya sangat erat, mengingat Ỗ La Mappasiling (La Mappaselli) Datu Pattojo Petta MatinroE ri Duninna (suami We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV) dimakamkan pula di "Jara' LompoE" di TippuluE, Belawa.
Pada hampir semua Lontara Panguriseng yang penulis baca, baik Silsilah Ajappareng (SidEnrEng, Rappang, Suppa, Alitta, Sawitto dan Parepare), maupun Soppeng, Pammana, TanEtE, Pancana, Berru, MandallE', SEgEri, PangkajEnE (kepulauan) hingga Gowa dan Bone, maka tokoh ∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang Pajung ri Luwu XXIII/XXV adalah Tokoh Sentral didalamnya. Bahkan lebih jauh pula, jika merunut ke kitab Tuhfat an Nafis, karya Pahlawan Nasional Pujangga Raja Ali Haji yang memuat perihal sejarah dan silsilah para "Opu Lima" juga mengakar dari nazab ∆ We Tenri LElEang, diuraikan dengan penyesuaian Lontara panguruseng Soppeng, sbb :
∆ We Tenri LElEang Petta MatinroE ri SorEang PAjung ri Luwu XXIII/XXV menikah dengan Ỗ La Mallarangeng Datu Lompulle’ Datu Marioriwawo, melahirkan : 1. Ỗ La Tenrisessu Arung Pancana Opu Cenning Luwu , 2. ∆ I Wakkang Batari Toja DaEng Matana Datu Bakke’, 3. Ỗ La Maggalatung Tokali Datu Lompulle’, 4. ∆ I Tenripada DaEng MalEleng, 5. ∆ I Patimang Dennyarasi MatinroE, 6. ∆ I Panangngareng Datu Marioriwawo,7. Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu TanEtE
Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu TanEtE (Lamdusalat : Tuhfat An Nafis) menikah dengan ∆ I SaEnong Datu Citta (puteri La Temmasonge’ Sultan Abdul Razak Jalaluddin Petta MatinroE ri Mallimongeng Mangkau’ ri Bone XXII dengan Sitti Habibah), melahirkan putera puteri, sbb:
1. Ỗ Opu Tenriborong DaEng ri LEkke’ (Upu Tendri Burang Dahing Rilaga : Tuhfat An Nafis), menikah dengan ∆ …………………………………………………………………….. , melahirkan putera puteri, sbb :
- Ỗ Opu DaEng Parani (Upu Dahing Parni ; Tuhfat An Nafis) menikah dengan ∆ Ana’na Nakoda Alang (Kari Abdul Malik, seorang Saudagar Wajo yang menjadi pemuka masyarakat di Pulau Siantang, Kalimantan Timur), , melahirkan putera puteri, sbb : 1. Ỗ Opu DaEng Kamboja “Yang Dipertuan Muda Riau III” (1746 – 1777), 2. ∆ Opu DaEng Khatijah (Permaisuri Raja Alam, Kerajaan Siak Sri Inderapura)
Opu DaEng Parani kemudian menikahi pula Puteri Raja Selangor dan Adik Raja Kedah yang menurunkan para Sultan Selangor dan Sultan Kedah hinggah sekarang.
- Ỗ Opu DaEng MarEwa (Upu Dahing Marewah : Tuhfat An Nafis) Pangeran Kelana Jaya Putera “Yang Dipertuan Muda Riau I” (1721 – 1729)
- Ỗ Opu DaEng Cella’ (Upu Dahing Celak : Tuhfat An Nafis) Sultan Alauddin Syah “Yang Dipertuan Muda Riau II, Johor dan Pahang dengan segala daerah taklukannya (1729 – 1746) menikah dengan ∆ …………………………………….. , melahirkan putera puteri, sbb :
1. Ỗ Raja Aji Marhum As Syahid fi Sabilillah Teluk Ketapang “Yang Dipertuan Muda Riau IV” (1777 - 1784) menikah dengan ∆ …………………….. , melahirkan : Ỗ Angku Raja Ahmad Al Haj menikah dengan ∆ …………………….. melahirkan : Ỗ Raja Ali Al Haji (Bapak Bahasa Indonesia dan penulis Tuhfat An Nafis)
2. Ỗ Raja Lumun ”Sultan Salehuddin” Raja Selangor I (naik tahta pada tahun 1743) menikah dengan ∆ …………………….. , melahirkan : Ỗ Sultan Ibrahim Raja Selangor II menikah dengan ∆ …………………….. melahirkan : Ỗ Sultan Muhammad Raja Selangor III
- Ỗ Opu DaEng Manambung (Upu Dahing Menambung: Tuhfat An Nafis ) Pangeran Emas Surya Negara Sultan Mempawah (Kalimantan Barat)
- Ỗ Opu DaEng KamasE (Upu Dahing Kamasi : Tuhfat An Nafis ) Pangeran Mangkubumi Raja Sambas (Kalimantan Timur ?).
2. ∆ Sitti Halijah Arung Pao menikah dengan Ỗ Toappasawe’ Arung Berru, melahirkan : Ỗ La Sumange’rukka Topatarai menikah dengan ∆ I BaEgong Arung MacEgE (puteri Toappatunru Petta MatinroE ri Lalengbata Mangkau’ Bone XXIII dengan Arung Kaju), melahirkan : 1.Ỗ Singkerru’rukka Arung Palakka Mangkau’ ri Bone XXIX, 2. We Tenripada Arung Berru (isteri I Malingkaan Somba Gowa XXXIII)
3. ∆ I Cudai Arung Berru
4. ∆ I Buba Datu Citta
5. ∆ I Cammi
6. Ỗ La Patau Datu TanEtE menikah dengan ∆ I Pacu Petta MabbolasadaE, melahirkan : Ỗ La CengngE menikah dengan ∆ I Dalatikka Petta Massaolebbi'E, melahirkan : 1. ∆ Intang Arung Pao-Pao, 2. Ỗ La SappEilE Datu TEmpE, 3. ∆ I Dalatongeng Datu TempE
∆ I Dalatongeng Datu TEmpE menikah dengan Ỗ La Mappanyompa Arung Ujung Petta Ranreng Tuwa Wajo, melahirkan : ∆ I Ninnong Datu TEmpE Petta Ranreng Tuwa Wajo menikah dengan Ỗ I Malingkaan KaraEng ri Bura'nE, , melahirkan : 1. ∆ I Munawwarah Datu TEmpE (isteri Ỗ La Sumange'rukka KaraEng BEroanging), 2. Ỗ Baharuddin Datu TEmpE, 3. ∆ Muhdaria KaraEng Sinrijala (KaraEng Balla'sari), 4. Ỗ Hasan Mahmud KaraEng Bontorannu
7. Ỗ La Tomanggung Petta Addiangeng
8. Ỗ La TowaggangmettE Datu Citta menikah dengan ∆ I Hindong, melahirkan : Ỗ La Mattalatta Arung Bila
9. Ỗ MaggamoE
10. ∆ I Tenri Jai
11. ∆ I BessE
Uraian perihal putera puteri Ỗ La Maddusila Toappasawe’ Datu TanEtE (Lamdusalat : Tuhfat An Nafis) diatas, pada akhirnya menunjukkan pada kita bahwa Ỗ Opu DaEng Parani (Upu Dahing Parni ; Tuhfat An Nafis) sesungguhnya "Massappo Siseng" (Bersepupu sekali / saudara misan) dengan para Raja-Raja Besar Sulawesi Selatan pada masanya, antara lain :
1. Ỗ La Sumange’rukka Topatarai,
2. Ỗ La CengngE,
3. Ỗ La Mattalatta Arung Bila,
Hingga akhirnya penulis kini tidak heran lagi ketika bertemu dengan junjungan kami Almarhumah Petta Balla'sari di Surabaya pada tahun 1988, dimana Baginda saat itu sedang dalam perjalanan pulang dari muhibahnya ke Johor, Malaysia atas undangan kerabatnya, yakni : Sultan Johor.
Kemudian salahseorang putera Ỗ La MappapolEonro Sultan Nuhung Petta MatinroE ri Amala’na Datu Soppeng XXVIII dengan ∆ I Tenriawaru Datu Soppeng XXIX Petta MatinroE ri Tengngana Luwu Pajung ri Luwu XXVII binti La Tenri Peppang DaEng Paliweng Petta MatinroE ri Sabbangparu Pajung ri Luwu XXVI, yakni : Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu, telah mengukuhkan namanya sebagai tokoh pusat yang menurunkan Raja-Raja terkemuka di Wajo, Soppeng, Sawitto, Pammana, Pamboang (Mandar, Sulawesi Barat), Belawa dan lainnya, sebagaimana diuraikan dibawah ini :
Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Tenri Arung Singkang (Wajo), melahirkan putera puteri, sbb :
1. Ỗ La Paremma' Datu La Pajung
2. ∆ We Gau
3. ∆ I MundEng
4. Ỗ La TalEmpeng Arung Singkang Datu Soppeng XXXIII menikah dengan ∆ I Tahira Petta Patola Wajo, melahirkan putera puteri, sbb :
- ∆ I Baccicu Datu Ganra Arung Belawa,
- ∆ I Mappanyiwi Datu Watu Petta Patola Wajo
I Mappanyiwi Datu Watu Petta Patola Wajo menikah dengan Ỗ La Walinono Datu Botto, melahirkan putera puteri, sbb :
* Ỗ La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV menikah dengan ∆ I Tenri Esa', melahirkan : Ỗ La Sumange'rukka Petta Patola Wajo menikah dengan ∆ I Panangngareng Datu Pattojo, melahirkan : ∆ I Pancaitana Datu Pattojo (isteri Muhammad Arsad Datu Marioriwawo bin La Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa Wajo XLV)
Ỗ La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV menikah dengan ∆ I Nomba KaraEng Balla’kaca, melahirkan putera puteri, sbb :
• Ỗ La Maddukelleng Petta Cakkuridi ri Wajo (suami I Tenri SanrE Addatuang Sawitto XIV)
• ∆ Batari Toja Arung Gilireng menikah dengan Ỗ La Mappanyompa Petta MaddanrengngE ri Pammana (Datu KapE) , melahirkan putera puteri, sbb :
~ Ỗ Andi Pallawarukka Datu Pammana Petta Pilla’E ri Wajo
~ ∆ Andi Tenriampareng Datu Pammana (Datu Sengngeng)
* Ỗ La Wawo Datu Botto menikah dengan ∆We Tenrimario Datu Lamuru, melahirkan : Ỗ Andi Mangkona Datu Marioriwawo Arung Matoa Wajo XLV ; (Arung Matoa Wajo Terakhir) menikah dengan ∆ Addiluwu Datu Watu, melahirkan putera puteri, sbb:
- Ỗ Andi Muhammad Arsad Datu Marioriwawo
- ∆ Andi Tenri AbEng (isteri La PatEttEngi Addatuang Lolo Sidenreng)
- ∆ Andi Tenri Angka (isteri Andi Tonralipu Maraddia Pamboang, Mandar)
- ∆ Andi Tenri Pakkemme’ (isteri Abu BaEdah Arung Ganra)
- ∆ Andi Baccicu Datu Lamuru (isteri Andi Sulolipu Petta Tomarilaleng Bone)
* ∆ I Tenriwatu Sultanah Zaenab Datu Soppeng XXXV menikah dengan Ỗ La PabEangi Arung Ganra SullE Datu Soppeng (putera La Onrong Datu Pattiro Datu Soppeng XXXII dengan I Baccicu Datu Ganra Arung Belawa), melahirkan putera puteri, sbb:
• Ỗ H. Andi Wana Datu Ganra Datu Soppeng XXXVI (Datu Soppeng Terakhir)
• Ỗ Andi JEmma Datu Lapajung,
• ∆ Andi Tahira Petta Patola Wajo,
• ∆ Andi Addiluwu DatuE Watu.
Kemudian putera Ỗ La TalEmpeng Arung Singkang Datu Soppeng XXXIII dengan ∆ I Tahira Petta Patola Wajo yang terakhir , adalah :
Ỗ La PamadenglettE Datu Watu Opu Cenning Luwu menikah dengan ∆ I Pada DaEng Makanang binti La Makkasau Arung KEra Dulung Pitumpanua dengan We Kabo’ Opu DaEng Nipati, melahirkan: Ỗ Iskandar Datu Larompong Pajung ri Luwu XXIX menikah dengan ∆ We SabbE Tolebbi, melahirkan: ∆ I RawE Opu DaENg Talebbi menikah dengan Ỗ La OddangpEro Datu Larompong Arung Matoa Wajo XLIV melahirkan:
1. Ỗ Iskandar Datu Botto
2. Ỗ La Mappanyompa Opu Totadampali Tomarilaleng Luwu
Sekiranya uraian diatas dikembalikan lagi ke ∆ We Tenriabang DaEng Baji DatuE Watu Datu Pattojo Petta MatinroE ri PangkajEnE menikah dengan Ỗ La Pallawagau’ Arung Maiwa Datu Pammana Petta Pilla ri Wajo, melahirkan : 1. ∆ We Tenri Balobo DaEng riyasE Datu Pammana, 2. ∆ I Mappanyiwi Datu Pammana, 2. ∆ I Sompa DaEng Sinring Datu Pammana, 3. ∆ I BubE KaraEng PambinEang, 4. Ỗ La Tenri Dolong To LEbba’E Datu Pammana, maka melalui garis I Sompa DaEng Sinring Datu Pammana yang menikah dengan La Settiang Opu Maddika Bua akan didapati jika mereka akan menurunkan para Datu Pammana, Addatuang SidEnrEng, Arung Rappeng, KaraEng BEroanging, Arung Berru, Datu Suppa, Addatuang Sawitto, Arung Matoa Wajo, Mangkau ri Bone, Arung MallusEtasi hingga Sombayya ri Gowa. Namun mengingat jika bagaimanapun uraian kita bersama ini akan dilanjutkan melalui perhubungan silsilah pada kerajaan-kerajaan lainnya, maka nantinya akan dibahas pada bagian "Kerajaan SidEnrEng".
Beberapa waktu yang lalu, penulis menyatakan kepada seorang kerabat "Lebbiku" yang saya ketahui silsilahnya dari La Settiang Opu Maddika Bua yang menebarkan turunannya di Bone, Wajo dan Soppeng serta Ajattappareng, bahwa : ..sesungguhnya KITA SEMUA adalah ORANG LUWU. Anda dan Saya adalah ORANG LUWU. Namun seorang sahabat baik dan BERMAKSUD BAIK mengingatkan saya, bahwa : ..hati-hati, nanti "orang yang tidak paham" akan MENYERANG anda. Sungguh tidak sampai dalam pemikiran saya, bahwa bagaimana mungkin SEORANG LUWU (Masyarakat Luwu) atau bahkan mungkin seorang Putera Yang Mulia Sri Paduka PayungngE MatinroE ri KemerdEkaanna tega MENYERANG seorang yang "mengaku Wija Luwu" ?. Pengakuan yang bukan berarti mengharapkan “Kemuliaan”, karena kemuliaan sesungguhnya tidaklah mesti jika kita menjadi “Orang Luwu” atau “Orang apapun”. Pengakuan yang pastilah tidak merugikan Orang Luwu manpun.. Kemuliaan sesungguhnya adalah milik Allah yang dijanjikan kepada SIAPAPUN yang senantiasa berikhtiar untuk kebaikan sesama tanpa memandang agama, suku dan golongan. Maka sesungguhnya pengetahuan Sejarah dan Budaya dimaksudkan bukan untuk mengagulkan diri untuk suatu kemuliaan, melainkan untuk melestarikan dan mempererat jalinan silaturrahmi.
demikian uraian dari Tulisan SILSILAH RAJA-RAJA LUWU (Versi Group Diskusi Sejarah Tanah Luwu), bagaimana menurut anda?, silakan komentar, trims
Sumber:
53 comments:
assalamu alaikum.
tabe mohon infonya apakah ada anak dari We Tenri Leleang Pajung Luwu yang bernama La Samalangi Datu Leworeng yang menikah dengan I Jiba Arung Bulubangi? ayah dari La Tenri Dolong Datu Leworeng.
Salam. Saya mohon kiranya bisa membantu kami terkait silsilah keluarga kami keturunan dr latenri sessu anak dr wetenri leleang pajung riluwu yg menikah dng kamallarangeng datu lompule. Soalnya kami lahir dan di besarkan di manado sulawesi utara. Kiranya bisa minta alamat dan no hp. Kalau saya no hp 081340681278 WA 089660739739. Ayah saya masih hidup. Lengkapnya garis saya adalah Andi muhammad nur bin andi mappaewa (andi muin) bin andi bongkang bin andi gusti jaelante petta jinirala wajo.
wassalam.
ananda andi muhammad nur
Tabe semua kapolo, sampu, pamberang, anure itu-lah kita perlunya tudang SIPULUNG. sekedar saran kalau kita mau membahas SILSILAH NENEK MOYANG jangan kita mulai dari tengah karena nantinya akan terjadi penggal memenggal sehingga terkesan antara HULU dan LILIR tdk jelas inila yg menyebabkan kita saling mengklain bahwa sy tua kakak anda adik dll. Saran kita mulai dari HULU ibarat sungai tentu kita bisa mencari dari mana asal muasal Mata Air itu, TAMBORO LANGI menurut hikayat TOMANURUNG pertama yang turung dari LANGIT pada pertengahan Abad 4. kawin dgn Puang Sanda Bilik dari sungai Saddan di Saepa Deata melahirkan 4 orang putera sbb: (1)Puang Papai Langi (2) Puang Tumambuli Buntu di Nepo (3) Puang Sanda Boro di Batu Borrong (Kaki gunung Sinadji)anaknya inilah yang menebar sammane, sampu, kapolo, anure,siassejikku ampo, Tjutju, Tjitjit dll (4) Puang Messok di Rano Makale. yaitu Puang Lakipada yg mengembara mencati ilmu dan dikaruniai 3 otang anak dari hasil perkawinan anak Radja Gowa al. Puang Patta La Bantan (Toradja), Puang Patta Labunga (Luwu) dan Puang Patta Lamenan (Gowa)lalu anak Radja Luwu mengembara kemana-mana seperti ke Bone, Sengkang (Wadjo), Soppeng, Gowa jadi apa yg telah dijelaskan diatas itu semua benar namun HULU jgn di lupakan mari kita pegang asal muasal Nenek kita Matasak di TORAJA. Padjung ri LUWU, Arung ri BONE, Sompa ri GOWA dll Soppeng, Wadjo, Sidrap, Engrekang. kita semua bersaudara. inilah gambarang garis besarnya sj yg sy utarakan yg lain-lain silahkan diluruskan. Kalau seperti di atas ada uraian dari turunan Ma'dika Buah nanti kita akan ada serangan dari pihak luar mengaku-ngaku turunan ini dan itu bagi sy itu gampang di buktikan kalau memang ya apakah.....? punya Balla Lompoa, Istana Radja atau rumah Adat dan kalau di TORAJA punya TONGKONAN walaupun tdk aktif tapi dlm itu pasti ada keluarga besarnya. Saran Mari kita selalu mengadakan Tudang Sipulung bersana kalau perlu digilir tahun ini di Sangalla, Luwu, Wadjo, Bone, Gowa, Soppeng dll.1.2 dan 3 tahun se x tjukup,lalu kita mengadakan BEDA BUKU LONTARA yg sebenarnya agar tdk terdjadi kesimpang siuran diantara kita bersaudara, sekali tjukup demikian sekedar masukan buat kita Tjutju,Tjitjit dari keluarga besar Radja-Radja Sul-Sel. sy Hj. Puang Datu Muhammad Djamal. Bulu Datu. dari Turunan Puang Sanda Boro Batu Borrong (Kaki Gunung Sinadji),(Kakek kami Komandan Distrik Pertama di Makale Toraja) Rante Balla Puang Kanna (Puang Datu Baine) dan Datu Kamanre Tjilallang Luwu Palopo Selatan. Tjatatan Banyak Saudara/i kita yg Islam menghilangkan djedjaknya dari Toradja karena tdk mampu sumbang menyumbang seperti Tedong dll.
Selamat Sore. Saya Marsel Buang Korohama Blikololong, saya berasal dari Pulau Lembata, NTT. Berdasar tutur lisan di tempat (kampung saya - Lamalera) kami berasal dari Tana Luwu - Sulawesi. Dan dari beberapa mitos yang ada di kampung saya ternyata sama dengan ceritera2 di atas. Pernah juga ada seorang dari kampung saya yang melakukan penelitian untuk bahan disertasinya (tentang sejarah dan keunikan kampung Lamalera), dia sampai di Luwuk dan ternyata ada beberapa benda pusaka yang sama persis dengan yang ada di rumah adat kami di Lamalera. Mohon jika berkenan dapat memberikan penjelasan atau jika memang tidak pernah tercatat dalam sejarah Luwuk yah tak mengapa, tapi kami tetap mengakui bahwa kami berasal dari Luwuk. Catatan Pulau tempat kampung Lamalera berada pun bernama LEMBATA (Negeriku / Tanahku ... Lembata dalam bahasa Luwuk ??)
Sebelum sampai di Lembata leluhur kami pernah singgah di 2 Pulau yg bernama Lepan dan Batan. Mohon maaf jika ini mengganggu kesibukan ....
Assalamualaikum...Tabe' sebelumnya,dari uraian diatas sy penasaran dengan LA GUTTU PATALO DATU MARI MARI dikarenakan sewaktu Ibu dari Atta (Etta) sy masih hidup,kami hampir tiap tahun berziarah ke makam beliau. Dari cerita yg sy dengar dari keluarga bahwa kami keturunannya sementara sy pribadi tdk pernah secara detail menanyakatan hal tersebut krn jujur saja waktu itu tdk begitu tertarik apalagi ingin tahu ditambah kami (Sy dan org tua) menetap di Bolong (Luwu),tidak tinggal di kampung halaman Atta (Etta) sy di Ongkoe (Belawa). Mungkin bisa diberikan penjelasan mengenai beliau tentang informasi anak keturunannya (LA GUTTU PATALO DATU MARI MARI) krn Atta (Etta) sy sendiripun ketika ditanya,hanya diam sj. Terima Kasih...
Wassalam...
Aswbktu Saya keturunan Luwu.Toraja dan Bugis Nenek sya berasal dari Luwu.anak. Andi' Maradang.pattallaranna Opu ambena Rukkia Nama kecil nya Andi'.Budu' dan Nenek sya dari bugis Tete Aji. Namanya Puang Haji Bara'Ele dan Ibu sya Orang Toraja siapa yg tau nenek saya ini mohon. Di sms ke saya terima kasih.
Cuma satu pertanyaan saya, semoga bisa terjawab. Hampir semua suku di sulsel sepakat ada unsur to manurung (to manurungE). Apa arti kata yo manuring tsb?
Sejarah sil silah ngawur...
Raja luwu yg pertama mmeluk islam adalah to settia raja pajung raja luwu. Ayah dari we ummun datu larompong yg d peristri raja bone.
Ini yg mngaku prf.DR...??jgn bikin sejarah ngawur!! To manurung bukan d katakn to manurung jika punya ayah dn ibu serta saudara,,,
Waduh...karangan sejarah baru merujuk pada kluarga anda sendiri... bnyk sejarah tpi sejarah piktif alias campuran karangn atau bhkan cuman cerita2 yg tdk benar hingga d warisi dn d ekxpos. Bnyk berbicara tntng sejarah tpi cmn cerita2. Dn bnyk org brcerita tdk ada benarnyx..
Ada dn mmng itu betul...
Assalamu'alaikum wrwb. Saya hanya mau kejelasan dr uraian di atas dikatakan bahwa apakah memang benar La Bungenge dan we TeppuLinge cikal bakal kerajaan Sidenreng?,Apakah bukan dr to Manurung ri Bulu Lowa yg jadi cikal bakal kerajaan Sidenreng sebagai Addaoan kemudian menjadi ADDATUANG RI Sedenreng, La Bungenge Manurungnge ri Bacukiki(ADDATUANG Sawitto I) dan istrinya We TeppuLinge Manurungnge ri LuraMarajae Lawaramparang (Datu Suppa I), ..maaf jika ada kekeliruan kami.
Nasab saya Putus dan tidak tau Arah. Generasi yang orangtia kasi tau sekitar tahun 1890 Kakek dari Nenek saya di beri Gelar Ambe Bure Bunga Bulawan
. Daerah sekitaran Perbatasan Makale dan Endrekang, daerah Uluwai .
Siapa tau ada yang berasal dari sana dan Faham membaca Blok ini .Kita bisa bersilaturrahmi..
Saya sangat menarik membaca sampai selesai tulisan Ini.
Assalamualaikum Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Tabe,madeceng membaca dari silsilah ini saya kagum n mau utarakan soalnya lontara tulisan bahasa Bugis sy pegang sekarang banyak versi yg mengutarakan We Tenrleleang pajung riluwu XXIII/XXV yg sejarahnya menikah 9x tapi yg masuk di lontara Soppeng cuma 2x saja yaitu menikah sama Lamappaselli Datu Pattojo n Lamallarangen Datu Lompulle saya dari keturunan Lamallarangen Datu lumpulle anaknya yaitu Latenri Sessu Datu Tanete mempunyai anak yaitu Datu Baso n Datu Besse(Datu Panincong) ankya yaitu Petta Sulle anaknya yaitu H.Andi Anna punya anak namanya Andi Anugrah(saya sendiri) yg saya mau tanyakan kenapa cuma 2x saja bersuami di lontara Soppeng tolong di jawan
Minta tolong dijawab
Assalamu alaikum mohon bantuannya siapa tau ada yg kenal dan mungkin ahli keluarga terdekat sy. ..Nenek sy berasal dr tanah luwu yaitu ANDI CENNING berkawin dngn Aco Ali mandar sy masih tidak pasti siapa ayahanda nenek sy di luwu Didlm lontara yg sy miliki adalh Opu Andi Jelling
Coba di carikan silsilah Andi Kambo Pajung Luwu punya berapa suami?
Apakah benar selain Opu Cenning, Andi Kambo pernah punya suami pertama yang namanya Andi Baso Cempa Arung Batu Sidenreng?
Soalnya saya mau tahu kebenarannya, lama saya cari ngga dapat silsilahnya....
Kalau dapat Info silsilah dari Andi Kambo dan Andi Baso Cempa tolong di infokan ke anditase@live.com karena sangat penting bagi saya.
Makasih sebelumnya.
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Sebagus artikel ini https://angkamistik.site/tafsir-mimpi-darah/
Ada 3 yg terakhir ponggawa bone
Ada 3 yg terakhir ponggawa bone
Coba di carikan info tentang Andi budu' atau opu makkalu' di kadatauan palopo
Mohon info siapatau ada yang perna dengar cerita tentang Andi Budu'atau biasa dipanggil opu makkalu' atau biasa dipanggil juga andi maradang dulu dia perna menika sama orang toraja namanya ne' rangga dari madandan, saya cari silsilanya tapi belum ketemu , kebetulan saya cucu dari salatu anak ne'Rangga .
👍👍👍👍🙏🙏🙏
tabe semntara mencari turunana La Settiang Opu Maddika Bua selain dari we sompa datu pammana,
Assalamualaikum wr wb.
Tabe', siapa namata'???
Bukankh kita tinggal d Polman???
👍👍
Opu to jabi
AndiMappaPettajennang
Manusia yg tdk di ketahui Asal Muasalnya.(Walli).turun Dri Langit.mnurt sjrh.Conto.To Manurrunge Sawerigading.
saya mau cari kaitan kerabat raja luwu dan sultan sulu
moyang saya bernama dyg azizah dan adik sultan bahauddin dari kerajaan sulu filipina dan berkahwin dgn moyang kappal dari kerabat raja luwu dan melahirkan anak seorang lelaki dan seorang perempuan. setelah kematian moyang kappal, sultan sulu menghantar rombongan utk mengambil adindanya sekitar akhir abad 19. sesiapa yg berkenaan harap membantu saya utk menyiapkan salsila keluarga ksmi
saya cucu dari opu hamullah daeng paware tapi saya tidak tau silsilahnya sampai ke atas
Bismillah...
Sedikit meluruskan bahwasanya Pajung/raja Luwu itu hanya sampai di Andi Iskandar Petta Matinroe Matekko. Adapun Andi Kambo, Andi Djemma dan Andi Djelling itu hanya bergelar sebagai Datu' karena gelar Pajung/Raja itu bukan masyarakat yang pilih tapi langit yang menurunkan Payung tepat diatas orang yg terpilih makanya disebut sebagai 'Pajung'.. tapi tetap Andi Kambo, Andi Djemma dan Andi Djelling itu ada hubungan darah dengan 'pajung/raja terakhir yaitu Andi Iskandar Opu daeng pali yang bergelar Petta Matinroe Matekko'
Andi jelling juga nene saya nama ayahnya andi mangkona
Satu nene hehehe
Hehehe sakral namanya bro beliau mungkin lebih lama di sulawesi tenggara entah ap yg membuat beliau tidak populer di perbincangkan hanya sakral di kalangan keluarga
Bukan langit yang menurunkan pajung tapi di pilih oleh 12 dewan ada adat begitu kira2 sehingga keturunan kami tidak punya nama di kerajaan politik dinasti itu kejam apa lagi di monopoli oleh kerajaan belanda kala itu salam dari bija na andi djlling bin andi Mangkona
Saya tinggal di palopo utara iye
Tabe YM
Ada yg tahu keturunan datu Luwu ke 30 lapatipatu sekitar tahun 1854 - 1880
Datu Luwu Settiaraja juga ikut berperang dalam perang buton bersama kerajaan makassar
Assalamualaikum...Tabe pung Saya dapat titipan dari almarhum Petta nenek saya sebuah salinan silsilah yang diwariskan kesaya...dimana nenek dan kakek saya bernazab ke Sultan Iskandar MatinroE RI Matakko diturunkan dari salah satu putranya Puang Labelu,dari Puang Labelu turun ke salah satu putranya yang bernama Petta Lamangga lalu turun ke orang tua kakek dan nenek saya yang mana anak pertama dari Petta lamannga bernama Latadang daeng Maroa adalah Bapak dari kakek saya dan dan putri keduanya bernama Petta besse adalah ibu dari nenek saya...untuk hal ini saya masih mencari kebenaran akan apa yang diuraikan dari silsilah yang diwariskan oleh almarhum nenek saya...siapa tau ada pencerahannya Tabe... wassalam
Setau saya yg pernah saya baca bahwa tidak semua dari datu Luwu itu mendapat gelar payung...karena untuk mendapatkan gelar payung harus melalui ujian yang harus dilalui selama 7hari 7 malam yang salah satu ujiannya kalo tidak salah adalah tidak memakan nasi selama masa ujian tapi hanya memakan umbi umbian....iye....Tabe mohon dikoreksi kalo salah iye....
Hanya membahas silsilah Datu2 luwu dan silsilah perkawinan dari kerajaan tetangga, sehingga melahirkan silsilah dan keturunan campur, terjadilah asimilasi dan pengakuan.
Cerita itu hanya mewakili keluarga datu dan tidak menggambarkan orang/rakyat to luwu di luwu yang mendiami luwu mulai dari perginya sawerigading, luwu tidaklah kosong seperginya sawerigading untuk we cudai meski ia pergi membawa sepupunya.
Ada datu menikahi anak raja majapahit
Ada datu menikahi saudari kandung manrabia sultan alauddin
Ada datu menikahi saudari arung palakka
Jadi sudah ada raja, keturunan, kerajaan dan rakyat yang sudah ada sebagai lingkup negara yang berasimilasi dengan perkawinan datu2 luwu dengan mereka, jadi mereka sudah menjadi bukan to luwu sebelum datu2 luwu kawini mereka.
Bagaimana pula rakyat2nya yang tidak dikawini datu luwu, toh mereka adalah bagian kerajaan.
Datu2 luwu tidak lagi original darah to luwu sendiri, kecuali rakyat jelata to luwu yang tidak kemana2 atau kawin mawin ke luar tana luwu.
Assalamu alaikum...
Ada yg tahu sejarah Opu Fattah di palopo selatan (suli)?
Apa ada istri Datu ke 27 La tenripeppang anak dari Maddika Kaili Suli kab Luwu dan memiliki.anak bernama Andi Wajuanna Opu Mpelai Larewa ? Mhn pencerahannya . Mksh 🙏
Cerita sejarahmu bnyak yg menyimpang,salah satunya dia berasal dri toraja(Sangalla') dan yg dia nikahi adalah putri raja gowa.. kmu hnya mengotak atik sejarah,ini bhaya u/ anak2 yg baru mengenal sejarah kerajaan disulawesi selatan
Assalamualaikum... Maaf tabe', mohon infonya seorang raja luwu yg meninggalkan kerajaannya untuk menyiarkan agama islam nama inisialnya " I sumaele"🙏🙏🙏
We Hamidah Pajung Luwu tidak ada silsilahnya sedangkan yang lain ada semua
Asslm....tabe, sy lahir dan besar dijawa. Kedua orang tua asli Luwu. Sy sangat tertarik mengenai silsilah. Yg ingin sy tanyakan, benarkah dahulu ada kerajaan bolong dan adakah kaitannya dgn kerajaan Luwu? Mohon pencerahan
Post a Comment