twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Saturday, February 23, 2019

Sejarah Singkat Desa Malua

Oleh: Aii Zhiier Sinaja Kondongan

silsilah ker. Duri, sumber: sultansinindonesieblog
Sejak abad ke 15, pada masa  Buntu Batu dan Alla masih terbentuk satu kerajaan yang bernama Duri (ibukotanya di Duri) ; kota Duri terletak ditempat yang sama dengan sekarang adalah Malua. Demikian pula setelah kerajaan Duri dipecah dan salah satu pecahannya bernama Malua, ibukota kerajaan Malua inipun berkedudukan didesa Malua sekarang.


Nama Malua mempunyai beberapa arti, dalam bahasa Duri, kata Malua termasuk kata keadaan yang artinya Luas. Pengertian yang menjuluki desa ini mempunyai arti historis yang berhubungan dengan tempat. Yang pertama, luas dan datar, pengertian ini berhubungan dengan sebuah keraton yang disebut "Salassa" dibangun pada tanah yang datar yang sebelumnya berada di bukit Duri. 


Gbr: Peta lokasi Duri (peta tahun ?)

Bekas Salassa' yang datar, ini sekarang menjadi perkampungan pusat Desa Malua. Sebelum itu tempat ini bernama "Patta". Sejak kepindahan Salassa', nama Malua ditetapkan sampai terbentuknya kerajaan Malua sebagai pecahan dari kerajaan Duri. Pecahanpecahan kerajaan Duri ini disebut Tallu Batu Papan dengan masingmasing kerajaan berhak mengatur rumah tangganya sendiri dan membentuk persatuan politik. 

Pada abad ke 18 kerajaan Malua menjadi sekutu Belanda dan pada tahun 1905 menjadi daerah jajahan Belanda dengan nama landschaps yang diperintah oleh seorang Zelfbestur. Walaupun rakyat tetap menyebutnya Arung, dibawah Onderafdeeling Enrekang yang dibawahi oleh Afdeeling ParePare.

Pada zaman pendudukan Jepang (19421945) daerahdaerah landschap diganti menjadi daerah Soetjoo, maka landschap Malua menjadi Soetjoo Malua dibawah bunken Enrekang. Penggantian ini tidak merubah struktur dan pejabat lama tetapi keadaan ini tidak lama (kurang lebih 3 tahun), karena Jepang cepat menyerah kepada tentara sekutu dan tidak lagi menguasai bekasbekas jajahannya. 

Kemudian kedatangan Belanda yang kedua kalinya, merujuk kembali tatanan pemerintahnya dengan mengubah nama daerahdaerah landschap menjadi daerah swapraja yang dipimpin oleh seorang kepala Swapraja (tetap disebut Arung).

Memasuki Desa Malua berarti memasuki daerah dataran tinggi yang ditandai dengan bukitbukit dang gununggunung disekitarnya. Bukit (Buntu Duri), bukit Bule dan Gunung Lalono merupakan daerah yang subur. Dengan itu, Mal u merupakan daerah penghasil salak, cengkeh dan merica. Tanaman cengkeh dan meri ca mulai dikembangkan sejak tahun 1970, sedang salak mulai ditanam sejak zaman Jepang(1943).

Pada zaman dahulu ketika To Taunggara' (keturunan Tomanurung dari Toraja) menemukan daerah ini, penduduk asli bermukim dibukitbukit yang sekarang dikenal dengan bukit Bule, Rante Padang, Duriduri, dibukitbukit ini, dilereng gunung Lalono dan berdekatan dengan Buntu Mariri. Kehidupan mereka dari ladang yang berpindahpindah dan berburu di hutan sekitar pemukiman mereka. Bagi mereka, kebutuhan air nampaknya tidak menjadi persoalan karena disemua bukitbukit tersebut tersedia mat a air yang cukup.

Demikian pula pada awal berdirinya kerajaan Duri, dibangun Salassa' (rumah Agung) yang terletak dibukit Duri, itulah sebabnxa kerajaan ini bernama Duri. Sekitar abad ke 14 berkat adanya pemerintahan, penduduk daerah ini berangsurangsur melakukan intensifikasi pengolahan tanah dengan mulai bercocok tanam dan bersawah. Mulai saat itulah mereka turun ke daerah rendah untuk membuka persawahan irigasi disepanjang tepi sungai Malua antaranya di Puradoke (tanah rendah bekas semaksemak belukar),dengan terlebih dahulu Arung memerintahkan membuka tanah di Balulang (nama suatu tempat) untuk dijadikan persawahan milik kerajaan. Dari sinilah mereka berawal menetap didaerah rendah walaupun pemukiman bukit tetap dipertahankan sampai sekarang.

Berdasarkan pemelukan Agama, hampir 100% penduduk Malua beragamaI slam. Seluruh penduduk asli memeluk agamaI slam, sedangkan yang non Islam adalah tiga orang penduduk pendatang, pemeluk agama Kristen Protestan yang berasal dari Tana Toraja dan Palopo yang kebetulan bertugas sebagai Guru SMPN MALUA. 

Berdasarkan etnis, masyarakat Malua termasuk kedalam rumpun suku Bugis, berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh Mattulada (1974:4) bahwa Sulawesi Selatan didiami oleh empat suku yaitu suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Dalam skala kecil, penduduk Malua sering disebut dengan orang Duri. Kekhususan ini terutama disebabkan karena memang ada kelainan bahasa yang dipergunakan. Daerah ini umumnya Enrekang merupakan daerah peralihan BugisToraja( Mattulada,1975:259) yang biasa disebut dengan orang Massenrempulu dan berbahasa daerah Massenrempulu dengan perbedaan perbedan dialeg. Terdapat tiga dialeg dalam bahasa Massenrempulu yaitu Maiwa, Enrekang dan Duri. Dialeg yang terlahir inilah yang dipergunakan oleh orang orang yang mendiami wilayah kecamatan Anggeraja, Baraka, dan Alla yang selanjutnya disebut wilayah Duri Kompleks, sedang pusat wilayah Duri secara historis berkedudukan di Malua. Maka dari itu pulala bahasa sehari hari yang dipergunakan oleh orang Malua adalah bahasa (dialeg) Duri. Ciri lain yang menandai Malua ialah bentuk rumahnya yang relatif sama dengan rumahrumah

No comments: