twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Saturday, December 12, 2015

TANA` (KASTA DALAM BUDAYA TORAJA)

TANA' (Kasta dalam Budaya Toraja)

Masyarakat Toraja sejak dari dahulu mengenal beberapa tingkatan masyarakat yang dinamakan Tana` (kasta), seperti halnya pada suku-suku bangsa lain di Indonesia yang sangat mempengaruhi pertumbuhan masyarakat dan kebudayaan Toraja karena sehubungan dengan lahirnya sendi-sendi kehidupan dan aturan dalam Aluk Todolo, dan Tana’ tersebut dikenal dalam 4 (empat) susunan atau tingkatan masing-masing :
  1. Tana’ Bulaan, adalah lapisan masyarakat atas atau bangsawan tinggi sebagai pewaris sekurang aluk, yaitu dipercayakan untuk membuat aturan hidup dan memimpin agama, dengan jabatan puang, maqdika, dan Sokkong bayu (siambeq).
  2. Tana’ bassi, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang dapat menerima maluangan batang(pembantu pemerintahan adat) yang ditugaskan mengatur masalah kepemimpinan dan pendidikan.
  3. Tana’ Karurung, adalah lapisan masyarakat kebanyakan yang merdeka, tidak pernah diperintah langsung. Golongan ini sebagai pewaris yang menerima Pande, yakni ketrampilan pertukangan, dan menjadi Pembina aluk todolo untuk urusan aluk petuoan, aluk tanaman yang dinamakan Toindoq padang (pemimpin upacara pemujaan kesuburan).
  4. Tana’ Kua-kua adalah golongan yang berasal dari lapisan hamba sahaya, sebagai pewaris tanggung jawab pengabdi kepada Tana’ Bulaan dan Tana’ Bassi. Golongan ini disebut juga Tana’ Matuqtu inaa (pekerja), juga bertindak sebagai petugas pemakan yang disebut tomebalun atau tomekayu (pembuat balun orang mati). Lapisan tana’ kua-kua ini dihapuskan oleh pemerintah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Namun kenyataannya dalam pelaksaaan upacara-upacara adat golongan ini masih terlihat.
Keempat golongan lapisan sosial tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan sendi bagi kebudayaan kehidupan sosial masyarakat Toraja, terutama dalam interaksi dan aktifitas masyarakat, seperti pada saat diselenggarakan upacara perkawinan, pemakaman, pengangkatan ketua atau pemimpin adat dan sebagainya. Misalnya dalam upacara pengangkatan seorang pemimpin, yang menjadi penilaian utama adalah dari golongan apa orang yang bersangkutanberasal. Kedudukan dalam sistem kepemimpinan tradisional berkaitan dengan sistem pelapisan sosial yang berlaku dalam serta kepemilikan tongkonan (rumah adat).

Menurut falsafah Aluk Todolo sebagai tempat berpijaknya Kebudayaan Toraja menyatakan bahwa adanya tana’ ini adalah berkaitan dengan tugas dan kewajiban manusia dalam mengamalkan aluk todolo, makanya mengikuti kelahiran manusia sesuai dengan ajaran sukaran aluk yang menurut mithos kelahiran manusia itu ada 4 (empat) proses yang ditempuh oleh Puang Matua dalam terciptanya nenek manusia yang dikatakan sebagai berikut:
  1. Kelahiran yang pertama ialah kelahiran atau diciptakannya oleh Puang Matua, Datu Laukku’ melalui Saun Sibarrung.
  2. Kelahiran yang kedua ialah kelahiran Puang Adang dari perkawinan Bangai Rante dan Tallo’ Mangka Kalena atas suruhan Puang Matua.
  3. Kelahiran yang ketiga ialah diciptakannya oleh Puang Matua, Pande Kambuno Langi` melalui pula Saun Sibarrung.
  4. Kelahiran yang keempat ialah diciptakannya Patto Kalembang oleh Puang Matua sebagai nenek manusia yang terakhir diatas langit.
Keempat nenek manusia yang pertama tersebut masing-masing diberi tugas dan kewajiban akan menempati bumi ini. Kewajiban dan tugas memuliakan Puang Matua yaitu :
  1. Datu La Ukku’ menerima Sukaran Aluk (Agama dan Aturan Hidup)
  2. Puang Adang menerima Maluangan Ba’tang (kepemimpinan dan kecerdasan)
  3. Pande Pongkambuno Langi’ menerima Pande (keahlian seperti tukang-tukang, ahli perang dan ketangkasan dll)
  4. Potto Kalembang menerima Matutu` Inaa (pengabdi)
Semua tugas dan kewajiban itu merupakan pangkal adat yang dikenal dengan Ada’ A’pa’ Sulapa’ (adat empat dasar) atau Ada’ Apa’ Oto’na yaitu adat yang terbagi dalam 4 (empat) golongan dan susunannya masih jelas dalam masyarakat Toraja sekarang ini antara lain:
  • Orang Toraja dalam setiap pertemuan keluarga permulaan katanya dalam bermusyawarah itu selalu dimulai dengan mencahari tepo a’pa’na
  • Desa di Tana Toraja berdasar pembahagian 4 (empat) yang dinamakan Tepo Padang.
  • Dewan Pemerintahan Adat yaitu Dewan Toparengnge’ terdiri atas 4 (empat) orang anggota.
  • Warna pada ukiran Toraja hanya terdiri dari empat macam yaitu, merah, putih, kuning dan hitam.
  • Pembagian penjuru bumi dan langit menurut Aluk Todolo sesuai dengan peranannya adalah 4 (empat) penjuru yaitu:
  • Ulunna’ langi’ dengan nama daa atau daya 
  • Pollo’na langi dengan nama Loo’ atau lau’ 
  • Matallona Langi dengan nama Lan mataallo. 
  • Matampu’na Langi’ dengan nama Diong Matampu’ hal ini jelas karena sesuai dengan perjalanan matahari.
Tana’ sebagai salah satu dalam pembentukan dan pertumbuhan kebudayaan Toraja dan banyak menentukan tata kehidupan masyarakat Toraja, kasta – kasta tersebut menjadi penyelesai utama dalam menentukan masalah-masalah penting, antara lain :
  • Dalam menghadapi perkawinan.
  • Dalam menghadapi pemakaman/upacara adat pemakaman.
  • Dalam mengajadapi pengangkatan jabatan adat atau menjadi pemerintah adat.
Dalam perkawinan, seorang peminang sudah terlebih dahulu diperkenalkan kastanya oleh tongkonannya, atau mendapat pengakuan dari pemerintah adat pria itu berasal jika tak dikenal keturunannya.

Hal tersebut demikian karena menurut adat perkawinan dalam adat Toraja tidak boleh seorang laki-laki dari Tana Karurung atau Tana’ Kua-Kua kawin dengan perempuan dari kasta Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi, kalau ini terjadi maka dikenakan hukum adat yang dijuluki Unteka Palanduan atau Unteka’ Bua Layuk, tetapi sebaliknya seorang laki-laki dari Kasta Tana’ Bulaan atau Tana’ Bassi boleh kawin dengan Kasta dibawahnya, hanya saja tidak dapat dikawinkan menurut adat, dan anaknya pun yang lahir dari perkawinan kasta yang tidak sama itu atau yang dilarang itu tidak mempunyai kedudukan yang sama dengan saudara-saudaranya yang lahir dari kasta yang dapat diterima menurut adat yang hal ini turut pula mempengaruhi kedudukan sebagai pewaris yang tidak sama dengan saudaranya yang kastanya diterima oleh adat.

Suatu contoh jikalau seseorang Tana’ Bulaan kawin dengan sesamanya Tana’ Bulaan dan terjadi perceraian yang sengaja oleh salah satu pihak maka yang bersalah itu dihukum dengan membayar suatu denda yang dinamakan kapa’ sebanyak kerbau menurut tana’nya yaitu tana’ bulaan dengan Kapa’ 24 ekor kerbau yang ukuran tanduknya dikatakan dengan ukuran sang pala’ (satu tapak tangan diatas pergelangan) atau kerbau yang berumur rata – rata 2 s/d 3 tahun. Penilaian masing-masing tana’, sbb:
  • Untuk tana’ bulaan (kasta bangsawan tinggi) nilai hukmnya dengan 24 ekor kerbau (tedong sangpala’)
  • Untuk tana’ bassi (kasta bangsawan menengah) nilai hukumnya dengan 6 ekor kerbau tedong sangpala’.
  • Untuk Tana’ karurung (kasta rakyat merdeka) nilai hukumnya dengan 2 ekor kerbau tedong sangpala’.
  • Untuk tana’ kua-kua (kasta hamba sahaya) nilai hukumnya dengan 1 ekor babi betina yang sudah pernah beranak namanya bai doko.
Inilah susunan Tana’ awal Tana Toraja tetapi setelah tersebarnya Aluk Sanda Saratu’ dari Puang Tomanurun Tamboro Langi’ (Monarkhi Agama), Tana’ ini mengalami sedikit perubahan sehingga pelaksanannya seolah-olah hanya terdapat tiga tana’ saja disesuaikan dengan struktur pemerintahan adat puang dan kedudukan puang atau yang berketurunan bangsawan. Karena kedudukannya dan pemerintahannya yang bersifat monarkhistis itu, 
menurut Aluk Sanda Saratu’, Tana’ dalam pengabdian kepada aluk sanda saratu’ susunannya sbb:
  1. Tana’ Bulaan hanya khusus bagi turunan Puang Tomanurun.
  2. Tana’ Bassi untuk bangsawan yang bukan turunan puang to manurun atau darahnya lebih banyak turunan bukan turunan Tomanurun.
  3. Tana’ Karurung untuk semua rakyat merdeka atau yang tidak berketurunan bangsawan yang kesemuanya digolongkan dalam golongan kasta pengabdi kepada Tana Bassi dan Tana’ bulaan.
Jadi menurut susunan kasta dalam arahan aluk sanda saratu tidak ada rakyat merdeka yang sebenarnya karena semua rakyat yang tidak berdarah bangsawan dinyatakan sebagai pengabdi kepada tana’ bassi dan tana’ bulaan semata-mata.

Tetapi menurut sejarah daerah adat kapuangan, sebelum tersebarnya aluk sanda saratu’ dahulunya juga memakai 4 (empat) susunan tana’ tersebut secara murni sama dengan daerah adat Toraja lainnya, yang masih mempunyai peninggalan-peninggalannya sampai sekarang ini seperti di daerah Lion Rorre, dari Makale, daerah adat Kapuangan Basse Kakanna masih mempergunakan susunan 4 (empat) kasta atau Tana’ tersebut di atas, begitu pula di daerah Batu Alu di Sangalla’/daerah adat kapuangan Basse Tangngana masih mempergunakan pula keempat susunan Tana’ tersebut di atas.

Di samping menjadi pedoman dalam hal perkawinan dan pemilihan Pemerintah adat/pemangku adat Tana’, Tana’ tersebut di atas juga menjadi dasar penilaian seseorang di masyarakat pada waktu orang itu meninggal dunia., karena Tana’ ini turut menentukan tingkatan upacara pemakamannya. Dalam pelasanaan upacara pemakaman (rambu solo’) banyaknya hewan yang akan dipotong sebagai korban bergantung disesuaikan dengan golongan sosial yang menyelenggarakan upacara. Misalnya golongan tana’ bulaan, sebagai lapisan sosial tertinggi, harus mengorbankan lebih banyak hewan dibandingkan golonagan sosial lainnya. Hewan yang akan dipotong harus dalam keadaan sehat, tubuhnya besar/gemuk, dan tanduknya panjang. umpamanya seseorang dari Kasta atau Tana’ Bassi tidak dapat dimakamkan dengan upacara pemakaman Tana’ Bulaan sekalipun keluarganya mampu mengadakan kurban yang mencukupi upacara Tana’ Bulaan yang dinamakan Rapasan, tetapi sebaliknya pula bahwa seseorang dari Kasta Tana’ bulaan dapat saja dimakamkan dengan upacara apapun sampai serendah-rendahnya karena tidak berkemampuan dalam persiapan kurban dan biaya-biaya pemakaman yang tinggi.

Adat Tana’ turut menentukan golongan kasta yang akan menjabat setiap jabatan adat yang garis besarnya sebagai berikut:
  • Kasta atau tana’ Bulaan adalah kasta yang menjabat ketua atau pemimpin dan anggota pemerintahan adat umpamanya jabatan Puang, Ma’dika, dan Sokkong Bayu (Siambe’).
  • Kasta atau tana’ Bassi adalah kasta yang menjabat jabatan pembantu atau anggota pemerintahan adat seperti jabatan-jabatan Anak Patalo atau To Barani dan To Parengge’ .
  • Kasta atau Tana’ Karurung adalah kasta yng menjabat pembantu pemerintahan adat serta menjadi petugas atau pembina Aluk Todolo untuk urusan Aluk Patuoan, Aluk Tananan yang dinamakan To Indo’ atau Indo Padang.
  • Kasta atau Tana’ Kua - Kua adalah kasta yang menjabat jabatan petugas atau pengatur pemakaman atau kematian yang dinamakan To Mebalun atau To Ma’kayo (orang yang membungkus orang mati) dan juga sebagai pengabdi kepada kasta Tana’ Bulaan dan Tana’ Bassi.
sumber:
buku Ilmu Budaya Dasar Suku Toraja, Universitas Gunadarma

2 comments:

BP3K KEC. BUNGIN said...

Mantap...
Hampir sama di kaluppini

Unknown said...

lalu bagaimana hukumnya jika salah satu anak laki laki toraja memiliki anak diluar nikah dengan orang luar toraja?