By: Tjahja Tribinuka
group: MAJAPAHIT
Gbr: Ritual Penguburan tarik batu Marapu di Sumba Sumber: CNN (Foto: Ist) |
Agama-agama itu lahir di segenap penjuru dunia ketika manusia menyadari bahwa ada aspek-aspek metafisik dalam kehidupannya. ketika manusia menyadari seringnya terjadi kebetulan-kebetulan dalam hidupnya yang membuat berpikir bahwa dunia ini ada yang mengatur.
Hal tersebut lebih meluas sampai pada penelaahan kehidupan setelah kematian. beruntunglah di nusantara ini masih lestari agama yang sangat kuno, yaitu AGAMA MARAPU, agama marapu di sumba ini adalah agama yang ada dari jaman megalitik dan lestari sampai sekarang.
BAYANGKAN, DI INDONESIA PUNYA MUSEUM AGAMA YANG LESTARI SEJAK 2000 TAHUN SEBELUM MASEHI SAMPAI SEKARANG. dan itu adalah 'living museum' agama marapu mempercayai Tuhan, tapi tidak pernah mendefinisikan nama, Tuhan dalam agama marapu disebut dengan "Mawulu Tau-Majii Tau" (Pencipta dan Pembuat Manusia) kadang disebut juga dengan "Na Mapadikangu Awangu Tana" (Pencipta Langit dan Bumi), dan sebagainya. hampir sama seperti orang kejawen yang tidak memiliki nama Tuhan, disebut dengan "Gusti" (tuan), Sang Hyang Wenang (maha kuasa), Sang Hyang Manon (maha melihat), Sang Hyang Widi (maha mengetahui), dan sebagainya.
CULTURAL TRIP TO SUMBA oleh nusa-cendana |
Agama marapu juga memuliakan sosok yang tidak terlihat mata, baik yang memang sudah ada di alam semesta terlebih dahulu maupun roh para leluhur. tempat ibadah dalam agama marapu juga dibuat, ada "Uma karambua" untuk memuja leluhur untuk meminta kekayaan, ada "Uma andungu" untuk semuja leluhur untuk minta keberhasilan dalam peperangan, "Uma payenu" untuk memuja leluhur untuk memohon berkat bagi setiap pengantin baru, dan sebagainya, sampai pada pemujaan di luar rumah yang disebut dengan "Katuada" berupa menhir dan dolmen. agama marapu memiliki kalender adat yang disebut dengan "Tanda Wulangu" untuk menetapkan hari dalam melakukan upacara-upacara keagamaan. juga memiliki hukum agama yang disebut dengan "nuku-hara".
Pemimpin upacara adalah pemuka agama yang disebut "Tau mapingu puhi" dan "Na mapingu muru". agama marapu melaksanakan upacara kehamilan pada bulan keempat dengan "Pamandungu pelungu". selama kehamilan seorang ibu harus melakukan tata cara adat untuk berpantangan terhadap makanan tertentu agar bayinya sehat, tidak cacat dan mudah melahirkan. saat melahirnkan diadakan upacara "Hamayangu", saat bayi berumur 4 hari dilakukan upacara "Kikiru", saat berumur 8 hari dilakukan upacara "Hangguru", setelah berumur 3 tahun dilakukan upacara "Papaita wai huhu" (memahitkan air susu/ penyapihan) agama marapu melaksanakan upacara pernikahan dengan upacara "Pamau papa" (memberkati jodoh) dengan maksud meminta pertolongan, perlindungan, pemeIiharaan dan berkat.
Agama marapu juga memiliki tata cara penguburan orang yang sudah meninggal, yaitu dimasukkan dalam sarkofagus, sebelumnya dilakukan pula upacara-upacara panjang sampai menyembelih 2 ekor kuda.
Jika kemudian pemerintah tidak mengakui agama marapu sebagai agama, toh orang sumba tetap menjalankan agama marapu sampai sekarang. Orang marapu tidak peduli terhadap pengakuan pemerintah bahwa yang dipeluknya agama atau bukan. orang marapu mengakui agama sebagai keyakinan yang dipeluk oleh masyarakat, bukan keyakinan yang harus ditentukan oleh undang-undang.
Saat presiden Soekarno kong hu chu ditetapkan dengan undang-undang sebagai agama, hanya sebagai aliran kepercayaan, saat Presiden Gus Dur agama Kong hu chu ditetapkan dengan undang-undang lagi sebagai agama. jadi presiden dan Parlemen itu yang berhak menentukan sebuah keyakinan itu adalah agama atau bukan, bukan TUHAN itu sendiri. bagaimana sebuah agama bisa menjadi mayoritas dan minoritas, saya kira itu tergantung BRANDING dan MARKETING dari para pemuka dan penyebar agamanya saja. demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat untuk semua semoga damai selalu,,, rahayu mulyaning jagat.
Agama Marapu adalah sebuah agama lokal yang dianut oleh masyarakat di Pulau Sumba sejak ratusan tahun lalu. Agama ini merupakan kepercayaan yang memuja roh nenek moyang dan leluhur.
Penganut agama ini melakukan pemujaan kepada Marapu, yaitu arwah dari para leluhur yang bertindak sebagai ‘Dikita–No’neka, yang merupakan perantara antara manusia dengan Tuhan (Magholo–Marawi). Peranan Magholo–Marawi adalah menciptakan, memelihara, melimpahkan rizki, keturunan, kesehatan dan menetapkan umur manusia dan semua makluk ciptaan yang lain.
Di’kita–No’neka diyakini sebagai para leluhur yang sudah mengalami perjumpaan dengan Magholo–Marawi. Para leluhur tersebut ketika selagi masih hidup di bumi, suci hatinya, sakti dan tidak pernah berbuat jahat. Maka, apa yang diucapkannya akan menjadi kenyataan. Kalau mengatakan kepada seekor binatang hanya dengan menunjukkan jari tangannya ke arah binatang itu matilah, maka binatang itu benar-benar mati.
Agama Marapu diyakini sebagai "sumbu hidup" nenek moyang penduduk Sumba, baik selama di bumi maupun di dunia lain. Sumbu hidup itu hingga kini masih diamini oleh sebagian besar masyarakat. Ini dibuktikan oleh masih kuatnya norma Marapu menjadi acuan dalam mengatur tatanan sosial warga sehari-hari.
Tidak ada kitab suci atau buku panduan tentang aliran marapu. Ajarannya hanya diturunkan dari mulut ke mulut. Akibatnya, keaslian ajaran tak lagi sama dalam pandangan penganut Marapu, bahkan bagi Rato atau Imam Marapu sekalipun. Namun, ucapan yang disampaikan sang Rato ini dipercaya sebagai perkataan Tuhan, berisi tuntunan hidup.
ADVERTISEMENT
Konsep ketuhanan Marapu, agama asli Pulau Sumba
oleh huha Hadiansyah treat kaskus
|
Wujud tertinggi dalam agama Marapu disebut Mori (pemilik) atau Magholo – Marawi yang diyakini berperan sebagai pencipta langit dan bumi dengan segala isinya. Dalam acara ritual agama/kepercayaan Marapu ada yang disebut Ma’urrata atau sering disingkat dengan kata ‘Urrata saja, yang diyakini sebagai wujud tertinggi yang diimani sebagai pencipta langit dan bumi dengan segala isinya itu, yang mampu mendengarkan dan mengabulkan permohonan manusia yang selalu setia berbakti padanya.
‘Urrata diyakini mengatur kehidupan manusia, yang dapat menjadikan orang menjadi kaya, sehat dan umur panjang. Dialah yang menentukan nasib seseorang. Dialah hakim yang maha adil, yang akan menghukum orang yang bersalah sesuai dengan tingkat kesalahannya dan memberikan berkat bagi orang yang patuhi larangan–larangan Marapu.
Konsep Roh
Dalam Ensiklopedia Meyakini Menghargai (2018: 97) disebutkan bahwa penganut Marapu meyakini dua arwah leluhur yaitu Hawangu (jiwa semangat), yaitu roh manusia saat masih hidup, yang membuatnya dapat berpikir, merasa, dan bertindak.
Kedua adalah Ndiawa atau Ndewa (roh suci dewa) adalah Hawangu yang telah meninggalkan tubuh dan menjadi makhluk halus.
Agama ini meyakini bahwa tidak hanya manusia yang memiliki jiwa dan perasaan, tetapi semua benda dan tumbuhan. Penganut Marapu yang ingin menghindari roh jahat harus mengikuti seluruh ajaran dan tata aturan yang ada di agama ini.
Meskipun tiap-tiap keluarga memiliki Marapu yang dipuja dan disembah, tujuan upacara pemujaan bukan kepada Marapu tersebut, tetapi kepada Mawulu Tau Majul Tau (pencipta dan pembuat manusia).
Tuhan dalam agama Marapu biasa dipanggil dengan sejumlah metafora untuk menjaganya tetap suci dan tidak boleh terlalu sering disebut.
Simbol wujud Marapu dapat berupa perhiasan emas, perak, atau berupa patung dan guci yang disebut Tanggu Marapu. Simbolisasi warna yang digunakan didominasi merah dan hijau. Merah melambangkan bumi, sementara hijau dianggap lambang langit.
Penganut agama MArapu meyakini bahwa seetlah kematian, mereka akan pergi ke tempat sangat indah bernama Prai Marapu, yang mirip dengan konsep surga dalam banyak agama lain.
Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), NTT, hingga 31 Januari 2018, jumlah penduduk Sumtim yang menganut aliran Kepercayaan Marapu terdata sebanyak 18.414 jiwa.
Sumber referensi:
No comments:
Post a Comment