twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Monday, March 11, 2019

Struktur dan Konstruksi Arsitektur Rumah Tradisional Suku Toraja

Arsitektur Rumah Tradisional Suku Toraja 


Gambar: Cover Toraja Misiliana Hotel

1. Latar Belakang Sejarah 


Menurut Dawson & Gillow (1994) Toraja merupakan nama yang diberikan oleh Suku Bugis untuk orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan di sebelah utara semenanjung Sulawesi Selatan, yang hidup cenderung terisolasi. Berdasarkan tradisi yang berkembang turun-temurun, suku Toraja mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari pulau mistis yang disebut Pongko



Tongkonan Karuaya Desa Tumbang Datu, Sangalla’
sumber femina.co.id/travel
Di masa lampau, beberapa penduduk Pongko’ berlayar mengarungi samudra kemudian armada mereka dikacaukan oleh badai dan mendarat di Sulawesi Selatan. Nenek moyang Suku Toraja mencapai Tana Toraja yang sekarang dengan mengikuti hulu sungai Sa`dan (Kis-Jovak, 1988)

Berdasarkan perkiraan sejarah, orang Toraja termasuk ras suku Proto Melayu atau Melayu Tua seperti halnya Suku Dayak di Kalimantan dan Suku Batak di Sumatera. Nenek moyang orang Toraja sampai ke Tana Toraja dengan menggunakan perahu layar. Atap Rumah Tradisional Toraja menjadi simbol dengan bentuk atap yang mencuat ke atas seperti perahu pada bagian depan dan belakang. Rumah mereka pun selalu menghadap ke utara sebagai simbol bahwa mereka berasal dari utara (Waterson, 1990).

Desa Pallawa, Kecamatan Sesean, sumber iklantravel.com

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.(Tana Toraja official website" (dalam bahasa Indonesia)

Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.Volkman, Toby Alice (1990) Kata toraja berasal dari bahasa Bugis, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". 

Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909.Nooy-Palm, Hetty (1975). Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. 

Rumah adat Tongkonan Desa Buntu Pune,Kesu,Toraja Utara.
sumber: http://spriyantoro.blogspot.com

Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog.Adams, Kathleen M. (January 31, 1990) 


2. Lokasi, Topografi, Iklim 

Secara geografis, suku Toraja mendiami wilayah Propinsi Sulawesi Selatan di bagian utara yang disebut dengan nama Tana Toraja. Luas wilayahnya +3,178 km2 dan berada pada garis 2º40‟-3º25‟ LS dan 119º30‟-120º25‟ BB. Tana Toraja secara administratif merupakan kabupaten yang dibagi menjadi 9 kecamatan atau distrik. Ibukota Kabupaten Tana Toraja adalah Makale (Kis-Jovak, 1988).
TOURISM MAP, sumber: Toraja Destination Brochure 2017.

Menurut Dawson & Gillow (1994) Wilayah Tana Toraja secara geografis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Mamasa dan Sa`dan. 
  • Kelompok Mamasa adalah Suku Toraja yang mendiami area terisolasi disekitar lembah Kalumpang. Sedangkan 
  • Kelompok Sa‟dan adalah sebutan untuk Suku Toraja yang mendiami wilayah selatan, yaitu daerah Makale dan Rantepao dan dikenal dengan sebutan Tana Toraja.
Suku Toraja yang mendiami daerah pegunungan dan mempertahankan gaya hidup yang khas dan masih menunjukkan gaya hidup Austronesia yang asli dan mirip dengan budaya Nias. 


Gambar Peta Tana Toraja, Sumber tanatoraja.indonesia-tourism

Secara umum kondisi iklim di Tana Toraja sama dengan iklim di daerah lain Indonesia, yaitu iklim tropis lembab dengan musim penghujan dan kemarau. Akan tetapi, kondisi topografi yang bergunung-gunung dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl (diatas permukaan laut), mempengaruhi kondisi iklim lokal. Temperatur udara cenderung lebih sejuk dengan kelembaban dan curah hujan yang tinggi. Pada lereng-lereng gunung masih banyak dijumpai hutan-hutan dan areal persawahan. Kondisi tanahnya berbatu dan banyak dijumpai tebing-tebing batu cadas yang menjulang. Pegunungan di Tana Toraja merupakan pegunungan cadas dengan tebing-tebing curam.

Indahnya Kompleks Tongkonan Palawa yang terekam drone
 di Desa Adat Pallawa, Kecamatan Sesean, Toraja Utara, (tribun-timur.com)

Suku Toraja menggunakan batu-batuan cadas untuk menhir-menhir dan kuburan batu. Tebing-tebing cadas yang curam juga digunakan untuk kuburan dengan cara melubangi tebing. Suku Toraja meletakkan patung replika orang yang telah meninggal lengkap yang disebut juga sebagai tau-tau di muka lubang tebing. Selain untuk kuburan batu, ketersediaan batu cadas yang melimpah digunakan untuk pondasi rumah. 


3. Sistem Kekerabatan 

Rumah pada suku Toraja selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai simbol keluarga dan asal usul keluarga dapat ditelusuri melalui rumah tersebut (Kis-Jovak, 1988). Sebuah rumah menggambarkan satu keluarga, bila ada anggota keluarga yang menikah, maka akan dibangun rumah dan lumbung baru yang berdekatan.

Desa Adat Pallawa, Kecamatan Sesean
sumber: iklantravel.com

Pada masa kini, rumah telah mengalami pergeseran fungsi. Seiring dengan banyaknya suku Toraja yang merantau ke luar Tana Toraja, maka rumah tidak lagi menjadi tempat tinggal namun hanya sebagai simbol. Toraja menganut sistem patrilineal.


4. Sistem Kepercayaan, Kosmologi dan Mitologi 

Menurut Dawson & Gillow (1994) kepercayaan asli Suku Toraja adalah megalitisme dan animism ditandai dengan pengorbanan hewan, upacara pemakaman yang megah dan pesta-pesta komunal yang besar. Akan tetapi, banyak antropolog dan sumber pustaka yang menyebutkan bahwa kepercayaan suku Toraja yang utama adalah Aluk Tadolo. Kepercayaan tersebut sangat berpengaruh pada cara pandang suku Toraja akan hunian atau rumah tinggalnya.

Menurut asal katanya dalam bahasa Toraja, Aluk berarti agama, sedangkan Todolo berarti nenek moyang. Menurut kepercayaan Aluk Todolo, Tuhan yang tertinggi adalah Puang Matua, yaitu pencipta manusia pertama dan alam semesta. Masyarakat Toraja berkeyakinan bahwa manusia diciptakan untuk hidup bersama. Agar kehidupan bersama ini lancar, maka Puang Matua menurunkan Aluk Todolo (Laporan KKL UI, 1975)

Pandangan kosmologi atau jagad raya masyarakat Toraja
berdasarkan analisis Kis-Jovak dan kawan-kawan.


Keterangan Gambar Jagad raya dalam Kosmologi Toraja berdasarkan analisis Kis-Jovak.:
  • a. Pangko’. b. Tasik (laut). c. Gunung Bamba Puang. d. Puya (Tanah dari semua yang berjiwa). e. Padang/lino Dunia Tengah/dunia manusia. f. Langi. g. Dunia Bawah. h. Pong Tulak Padang. i. Roh di dalam bumi. j. Puang Matua di Zenith atau Ulunna Langi. k. Tongkonan.
Penerapan kepercayaan Aluk Tadolo dalam konsep hunian terlihat pada gambar diatas. Menurut kepercayaan suku Toraja, sang dewa tertinggi, Puang Matua bertahta di langit yang disimbolkan sebagai sisi utara. Sedangkan dunia hidup ditopang oleh Pong Tulak Padang dan roh-roh yang berada di bawah tanah, disimbolkan sebagai sisi selatan. Dan tempat hidup manusia, dimana rumah didirikan berada di atas tanah.

Konsep pembagian dunia menjadi bawah, tengah dan atas tersebut diterapkan pada hunian. Bagi suku Toraja, ruang di bawah kolong lantai merupakan penggambaran dunia bawah tempat roh-roh jahat bersemayam, sedangkan ruang di atas lantai menggambarkan dunia tengah, tempat hidupnya manusia dimana ruang tersebut digunakan untuk tempat tinggal.

Ruang dibawah atap merupakan penggambaran dunia atas sehingga dianggap sakral. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka suku Toraja menganggap bahwa rumah tinggal merupakan penggambaran mikro dari dunia hidup sehingga rumah tradisional Toraja seringkali disebut banua yang berarti dunia (Kis-Jovak, 1988).

Gambar  Dimensi Metafisik rumah tradisional Toraja
Sumber : Kis-Jovak (1988, p.36-37)

Denah rumah juga dibagi berdasarkan konsep kepercayaan dan memisahkan ruang berdasarkan sumbu utara-selatan yang dianggap sakral . Rumah Toraja selalu menghadap ke arah utara yang menggambarkan tempat bertahtanya Puang Matua. Pintu masuk berupa tangga yang menembus lantai terletak di sisi muka, yaitu pada ruang yang disebut tangdo. Tangdo juga digunakan sebagai tempat tidur anak. Ruang tengah disebut sali, merupakan tempat beraktivitas yang dilengkapi dengan dapur. Dapur dengan perapian diletakkan di sisi timur karena sisi timur dianggap sebagai lambang kehidupan di mulai, sebagai penggambaran matahari terbit. Di sisi barat terdapat ruang untuk tidur anak atau bila ada anggota keluarga yang meninggal, seringkali dimumikan dan diletakkan di sisi ini. Ruang sumbung terletak di bagian selatan rumah, merupakan tempat tidur untuk orang tua. Terdapat peti untuk menyimpan pusaka dan benda berharga. Posisi tidur selalu membujur utara selatan dengan kepala di sebelah utara. Hierarki pada denah rumah tradisional Toraja tidak berubah dan ditemui pada setiap varian. Pada beberapa varian, ada yang memiliki ruang sumbung sebanyak 2 buah, namun hierarki ruang tetap tangdo-sali-sumbung.


Gambar Denah rumah tradisional Toraja Sumber: Kis-Jovak (1988, p.37)


5. Arsitektur Rumah Tradisional Toraja 

5.1. Pola Pemukiman 
Pemukiman suku Toraja terdiri dari beberapa rumah yang dibangun berjajar. rumah selalu dibangun dengan sumbu utara-selatan dimana sisi muka rumah selalu menghadap ke utara dan si seberangnya didirikan lumbung padi atau alang dengan arah hadap ke selatan. Antara rumah dan lumbung selalu terdapat jalan atau ruang halaman yang cukup lebar. Jalan atau ruang halaman yang berada di antara jajaran lumbung dan rumah menjadi ruang komunal bagi warga, tempat upacara-upacara adat berlangsung.

Gambar Pola pemukiman suku Toraja di Pallawa, distrik Tikala
Sumber: Kis-Jovak (1988, p.24)

Rumah Toraja dibangun di atas tanah lapang. Karena kondisi alam Tana Toraja yang bergunung-gunung, maka umumnya jumlah rumah dalam sebuah desa tidak terlalu banyak. Di masa lampau, menurut Dawson & Gillow (1994), desa Toraja berlokasi di atas puncak-puncak pegunungan dan dikelilingi benteng dan sukar diakses. kadangkala hanya dapat diakses melalui terowongan yang dibangun dengan melubangi tanah atau dinding batu. Hal ini kemungkinan disebabkan karena peperangan antar desa disertai dengan memenggal kepala yang banyak terjadi di masa lampau. Sampai saat ini, pedesaan dengan deretan rumah tradisional di Tana Toraja masih banyak yang berada di lokasi yang sukar dijangkau.

Sebuah perkampungan dengan Jajaran Rumah dan Lumbung Padi suku Toraja, 
Sumber: wikipedia, Peter Ruckstuhl, 1986

5.2. Karakteristik Arsitektur Rumah Tradisional Toraja 
Rumah tradisional Toraja memiliki beberapa sebutan. Sebutan yang populer adalah Tongkonan. Kis-Jovak (1988), menyatakan bahwa orang Toraja menyebut rumah tradisional Toraja sebagai banua yang berarti penggambaran kecil dari dunia. Senada dengan Kis-Jovak, Dawson & Gillow (1994) menyebutkan bahwa rumah Toraja dapat disebut Banua Toraja atau Tongkonan. Tongkonan berarti „to sit‟ atau tempat dimana anggota keluarga dapat bertemu dan mendiskusikan permasalahan penting, menjalankan upacara atau kegiatan adat lainnya.

Gambar Ilustrasi pengelompokan tipe banua Sumber: Kis-Jovak (1988)

Kis-Jovak (1988) membagi arsitektur Toraja menjadi 5 jenis, yaitu:
  • rumah tinggal atau banua (tongkonan)
  • lumbung padi atau alang
  • rumah penjaga padi atau lantang,
  • kandang hewan atau pangkung dan 
  • rumah pemakaman atau patane

Kemudian Kis-jovak juga membagi banua menjadi 5 tipe berdasarkan perkembangan dan bentuk atapnya (Gambar Ilustrasi pengelompokan tipe banua Sumber: Kis-Jovak (1988)), yaitu:

  • Banua tipe rendah dengan satu lantai Jenis banua yang paling kuno dan sederhana, konstruksi atap lurus, belum melengkung. Konstruksi panggung dengan cara menumpuk kayu bulat. Dinding gevel miring dan atap menonjol keluar.
Gambar 2.26 Banua tipe rendah dengan satu lantai
Sumber: Kis-Jovak (1988, p.76)

  • Banua Tipe Tinggi dengan Beberapa Lantai Merupakan pengembangan dari banua tipe rendah. Lantai panggung cukup tinggi, bagian depan menggunakan tiang sedangkan bagian belakang menggunakan batang kayu yang ditumpuk. Tonjolan atap mulai melengkung dengan lengkungan atap yang rendah. Terdapat perbedaan tinggi ruang.
Gambar  Banua tipe tinggi dengan beberapa lantai
Sumber: Kis-Jovak (1988, p.78-79)


  • Banua Tipe Kuno dengan Tiang Poligonal Rumah Panggung dengan tiang-tiang yang diikat balok horisontal. Garis atap lebih panjang dengan lengkungan yang masih rendah. Penutup atap selain menggunakan bambu, ada pula yang menggunakan lempengan batu. Terdapat 4 level ketinggian ruang yaitu: tangdo, sali dan 2 buah sumbung. Terdapat tulak somba, atau tiang yang berdiri bebas untuk menopang ujung atap yang memanjang.
Gambar 2.28 Banua tipe kuno dengan tiang poligonal
(Sumber: Kis-Jovak, 1988, p.84-85)

  • Banua Tipe Menengah dengan tiang polygonal Lengkungan atap cukup tinggi dan penutup atap menggunakan bambu. Pintu masuk berada di sebelah utara, akses masuk menggunakan tangga dari bawah ke atas. Terdapat 3 level ruang dengan perbedaan level lantai.
Gambar Banua tipe menengah dengan tiang polygonal
Sumber: Kis-Jovak (1988, p.94-96)


  • Banua Tipe Modern dengan tiang segiempat Banua tipe ini mulai menggunakan peralatan pertukangan modern namun tetap menggunakan metode tradisional. Lebih berfungsi untuk tujuan ritual dari pada tempat tinggal. Tidak dijumpai perapian, dinding tidak terlalu tebal. Atap cukup panjang dan tinggi tetapi ruang di dalamnya relatif kecil. Kolom berbentuk segiempat dan berdiri di atas batu yang telah dibentuk. Tulak somba berdiri di atas batu yang dibentuk meruncing.

Gambar Banua tipe modern dengan tiang segiempat
(Sumber: Kis-Jovak, 1988, p.100)


5.3. Sistem Struktur dan Konstruksi 
Tahapan pembangunan rumah tradisional masih dilakukan secara adat dan melalui proses yang penuh dengan ritual dan upacara adat. Pemilihan material yang digunakan berdasarkan ketersediaan material di alam. Pondasi menggunakan batu kali atau batu cadas yang tersedia di sekitar sedangkan konstruksi rumah menggunakan jenis kayu atau bambu yang dahulu banyak ditemukan.
Tampak samping Rumah Tongkonan
sumber (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

Tampak depan Rumah Tongkonan
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)
Teknik pembangunan menggunakan teknik kuno dengan Sistem sambungan masih menggunakan pasak, takikan dan ikatan serta peralatan sederhana, namun mampu menghasilkan bangunan yang tahan selama ratusan tahun. Sistem tersebut oleh Rapoport (1969), merupakan ciri-ciri arsitektur tradisional atau vernakular. 

Konstruksi rumah tradisional masyarakat Toraja 
di Dusun Lolai,  Toraja Utara
sumber  ANTARA FOTO/Dewi Fajriani
Pembangunan Tongkonan (rumah adat Toraja)
di Sangalla, Tana Toraja
sumber: ANTARA FOTO/Zabur Karuru/ss/mes/13
Pembangunan Tongkonan (rumah adat Toraja) di Sangalla, Tana Toraja
ANTARA FOTO/Zabur Karuru/ss/mes/13

Persektip konstruksi tongkonan dan alang, Tangdilintin. Op. Cit., hal. 46.
Legenda: 
  • 1.Lentong Garopang.  2.Lentong bamban.  3.A’riri posi.  4.Roroan baba.  5.Roroan lambe’  6.Tangdan  7.Tangdan Lambe’  8.Pata’  9.Pangngosokan  10.Sali.  11.Sangkinan Rinding. 12.Rinding. 13.Pangngosokan Rinding. 14.Sambo Rinding. 15.Sangka’  16.Kadang pamiring  17. Pata’sere  18. Tulak sumba  19. Katorok. 20. Parampak.  21. Pangngoton.  22. Takek longa  24. Katarok.  25. Rampan longa  26. Bantuli 

Referensi :
  • Tangdilinting L. T. Tongkonan (Rumah Adat Toraja) dengan Struktur, Seni dan Konstruksinya , Yayasan Lepongan Bulan. Tana Toraja 1978.
  • Kis-Jovak, J. I. (1988). Banua Toraja: changing patterns in architecture and symbolism among the Sa'dan Toraja, Sulawesi, Indonesia. Amsterdam: Royal Tropical Institute.
  • Dawson, B., & Gillow, J. (1994). The Traditional Architecture of Indonesia. New York: Thames and Hudson
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja
  • http://tanatoraja.indonesia-tourism.com/map.html
  • Sumalyo, Yulianto, 2001, Kosmologi Dalam Arsitektur Toraja. Dimensi Teknik Arsitektur 
  • (1975). Laporan Kuliah Kerja Lapangan: Toraja. Jakarta: Jurusan Arsitektur Universitas Indonesia. (1979). Laporan Kuliah Kerja Lapangan: Sumatera barat. Bandung: Departemen Arsitektur ITB.
  • STUDI STRUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL SUKU BATAK TOBA, MINANGKABAU DAN TORAJA Oleh: Esti Asih Nurdiah, ST., MT.

No comments: